Bukan Main, Instruksi Mendagri: Terbukti Melanggar Prokes, Kepala Daerah Bisa Diberhentikan

- 19 November 2020, 13:10 WIB
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian akhirnya menerbitkan instruksi menteri terkait pelanggaran protokol kesehatan.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian akhirnya menerbitkan instruksi menteri terkait pelanggaran protokol kesehatan. /PMJ News

PR CIREBON - Demi Pengendalian Penyebaran Covid-19, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 tahun 2020 terkait Penegakan Protokol Kesehatan (Prokes).  

"Pemerintah dapat memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar prokes," kata Tito menegaskan.

Tito juga mengingatkan dalam instruksi tersebut, adanya sanksi bagi kepala daerah yang mengabaikan kewajibannya sebagai kepala daerah.

"Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas kabinet Senin (16/11/2020) lalu di Istana Merdeka Jakarta," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Safrizal.
 
Baca Juga: Anies Baswedan Terancam Dicopot Mendagri, Hersubeno: Surat Sakti Pun Tidak Bisa Serta Merta Mencopot

Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menegaskan akan pentingnya konsistensi kepatuhan protokol kesehatan Covid-19, serta mengutamakan keselamatan rakyat. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Safrizal mengatakan pandemi Covid-19 ini merupakan bencana non alam yang bersifat global dan nasional sehingga untuk dapat mengendalikan pandemi dan dampak sosial, ekonomi.
 
"Di mana selama lebih kurang 8 bulan Pemerintah Pusat, 34 Pemerintah Provinsi, 315 Pemerintah Daerah Kabupaten, 93 Pemerintah Daerah Kota serta seluruh elemen non pemerintah dan masyarakat telah bersama-sama bekerja keras mengatasi persoalan bangsa ini," ujarnya.

"Pemerintah Pusat dan daerah pun telah mengeluarkan sejumlah peraturan, baik itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, dan Peraturan Kepala Daerah," kata Safrizal menambahkan.

 
Selain itu, dia menjelaskan bahwa berbagai langkah juga telah dilakukan secara sistematis dan masif.
 
"Dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat, di antaranya upaya sosialisasi memakai masker, pengaturan jaga jarak, penyediaan sarana cuci tangan dan upaya untuk mencegah terjadinya kerumunan," katanya.

Safrizal menuturkan telah dilakukan juga upaya untuk meningkatkan kapasitas 3T (Testing, Tracing, dan Treatment).

Tak hanya itu, lanjut Safrizal, sebagai langkah dari pencegahan terjadinya kerumunan berskala besar, beberapa daerah juga telah menetapkan strategi, antara lain Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

 
Dalam instruksi tersebut, Mendagri mengimbau para kepala daerah untuk menghargai kerja keras dan dedikasi bahkan nyawa para pejuang yang telah gugur.
 
Terutama menghargai tenaga dokter, perawat, tenaga medis lainnya, anggota Polri, TNI dan relawan serta berbagai elemen masyarakat yang telah bekerja keras menanggulangi Covid-19.

Karena itu dalam rangka meningkatkan pengendalian penyebaran Covid-19, dan dalam rangka tindak lanjut arahan Presiden, Tito selaku Mendagri merasa perlu mengeluarkan instruksi untuk para kepala daerah.

"Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 ini, tentunya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda," kata Safrizal.

 
Selanjutnya, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-6 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda.

Maka dari itu, Safrizal menambahkan, diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, dan terpadu antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk ditaati guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu ada beberapa poin yang diinstruksikan Mendagri kepada seluruh kepala daerah dalam surat Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 ini.

 
Pertama, menegakkan secara konsisten protokol kesehatan Covid-19, demi mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.

"Kedua, kepala daerah diinstruksikan untuk melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan Covid-19 dan tidak hanya bertindak responsif atau reaktif," katanya.
 
Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis, dan dilakukan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.

"Ketiga, kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing, harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan Covid- 19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan," ujarnya.
 

Kemudian keempat, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah.

"Ketentuan sanksi yang diatur dalam UU Pemda. Kata dia, Pasal 67 huruf b, UU Pemda menyatakan mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Safrizal.

Kemudian dalam Pasal 78 ditegaskan, ayat (1), kepala daerah dan atau wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari PMJ News.

Ayat (2) Pasal 78 menyatakan, kepala daerah dan atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena, berakhir masa jabatannya, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan, dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah.

“Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j. Melakukan perbuatan tercela. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.”

 
Safrizal mengatakan penggunaan dokumen dan atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah atau wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen.

Karenanya, atas dasar diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan bisa dikenakan sanksi pemberhentian dari jabatan.

Sebagai berikut enam poin intruksi yang dikeluarkan oleh Mendagri Tito Karnavian.

1. Menegakkan secara konsisten protokol kesehatan Covid-19 guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.

2. Melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan Covid-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.

 
3. Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.

4. Bahwa sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:

a. Pasal 67 huruf b yang berbunyi: “menaati seluruh ketentuan perundang-undangan”

b. Pasal 78:

(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a. meninggal dunia;

b. permintaan sendiri; atau

c. diberhentikan.

 
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a. berakhir masa jabatannya;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan;

c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;

d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;

f. melakukan perbuatan tercela;

 
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau

i. mendapatkan sanksi pemberhentian.

5. Berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.

6. Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x