Saat ini, stafnya terdiri dari lima mahasiswa dan seorang mantan mahasiswa Rumah Belajar Merah Putih yang membantu di waktu luangnya.
Purwatuning juga secara aktif mencari sumbangan untuk membiayai biaya tes kesetaraan murid-muridnya, yang berkisar antara Rp600.000 hingga Rp900.000 per siswa.
Baca Juga: Desak RUU Minol Masuk Polegnas Prioritas, MUI Jelaskan Minuman Beralkohol Induk Segala Kejahatan
Kelas pagi didedikasikan untuk anak-anak kecil yang tidak mampu pergi ke taman kanak-kanak, sebuah kemewahan bagi banyak keluarga berpenghasilan rendah di Indonesia karena tidak ada prasekolah yang dikelola pemerintah di mana siswa dapat mendaftar secara gratis.
“Sekolah dasar cenderung lebih menyukai anak-anak yang bersekolah di taman kanak-kanak karena sudah tahu cara membaca dan menulis. Yang tidak kalah bersaing dengan anak-anak istimewa ini," kata Purwatuning.
Sementara itu, mereka yang putus sekolah biasanya belajar setelah jam 10 pagi sekembalinya mereka dari pagi hari di laut.
Baca Juga: Peneliti: Kecaman Jokowi untuk Macron Sekedar Kepentingan Praktis, Tekan Prancis dan Raih Citra Diri
Yogi Pratama Putra mengatakan belajar di Rumah Belajar Merah Putih memberinya fleksibilitas yang dia butuhkan.
“Di pagi hari, saya bisa membantu ayah saya memancing. Sore hari, saya bisa membantu ibu saya membersihkan kerang," katanya, Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.
Anak berusia 14 tahun itu mengatakan bahwa dia berhenti sekolah di kelas empat untuk membantu orang tuanya.