Sebut Separuh Imajinasi Jokowi Sudah Ada di 2024, Refly Harun: Presiden Sedang Mencari Putra Mahkota

26 Oktober 2020, 16:16 WIB
Tangkapan layar YouTube Refly Harun: Refli Harus sebut mungkin saja Presiden Jokowi sedang mencari putra mahkota untuk estafetkan posisinya karena imajinasinya sudah di 2024. /Tangkapan layar YouTube/Refly Harun

PR CIREBON - Refly Harun memberikan komentarnya mengenai pernyataan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang mengatakan ada menteri yang berambisi untuk menjadi calon presiden pada 2024, Senin 26 Oktober 2020.

Dalam video yang diunggah Refly Harun di channel Youtubenya pada Minggu, 25 Oktober 2020, ia mengatakan ada beberapa hal yang harus dicatat dalam hal ini.

"Kenapa 2024 berbeda dengan 2019 kemarin? karena di 2024 the incumbent tidak akan lagi mencalonkan diri, bahkan ada kecenderungan Presiden Joko Widodo sedang mencari putra mahkota," kata Refly Harun.

Baca Juga: Mentan dan Menlu AS Lakukan Pertemuan 2+2 dengan India, Sebelum Akhirnya ke Indonesia

Dia menyampaikan bahwa siapa yang akan dijadikan putra mahkota untuk melanjutkan estafet kepemimpinannya itu merupakan salah satu sisi. Sementara sisi lainnya adalah adanya oligarki politik yang berkuasa, yang ingin terus memelihara kekuasaan ini.

"Jadi semua berkepentingan terhadap ini, mereka yang sekarang bagian dari rezim tidak berkepentingan untuk ada perubahan, sementara mereka yang di luar rezim tentu ingin ada perubahan. Salah satunya seperti yang sudah saya ajukan ke Mahkamah Konstitusi mengenai presidential threshold," ucapnya.

Menurutnya, kalau presidential threshold ini tidak dijebol maka sudah bisa dipastikan bahwa calon-calon presiden untuk ke depannya tidak akan jauh dari nama-nama seperti Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, dan bisa juga Anies Baswedan, Ridwan Kamil, atau beberapa nama lain yang muncul seperti Sandiaga Uno.

Baca Juga: Harga Cukai Bakal Naik, Beratkan Pengusaha Rokok di Indonesia, Pengusaha Minta Bantuan DPD RI

"Tapi jangan lupa ada tiga partai yang paling tidak, memiliki peluang yang besar untuk duduk menjadi salah satu calonnya, yaitu PDIP, Golkar, dan Gerindra," kata Refly Harun.

Dia mengungkapkan kalau Gerindra tidak perlu dibicarakan karena calonnya dipastikan tidak jauh dari sosok Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, sepanjang Prabowo masih berminat untuk menjadi calon presiden lagi, dan tidak mungkin untuk turun pangkat.

Artinya jika konstelasi politik tidak memungkinkan Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto, maka ada orang lain yang bisa menggantikan tetapi untuk jabatan sebagai calon wakil presiden, contohnya Sandiaga Uno atau siapapun yang berasal dari Partai Gerindra, katanya.

Baca Juga: TWICE Tampil Dewasa dalam Album 'Eyes Wide Open', Mina: Bernyanyi Tentang Perasaan Insecure

"Golkar hampir pasti akan menjagokan Airlangga Hartarto, persoalannya adalah apakah Airlangga Hartaro laku dijual untuk jabatan calon presiden, kalau kita lihat survei belakangan ini misalnya, yang dilakukan indikator misalnya, Ganjar masih yang terdepan, Prabowo Subianto nomor dua, selanjutnya Anies Baswedan. Artinya berat bagi Airlangga Hartarto kalau ingin didorong sebagai calon presiden," ujar Refly.

Dia menilai kalau Airlangga dicalonkan sebagai wakil presiden maka akan ada peluang besar. Ditambah dengan endorsement dan dukungan dari Partai Golkar, akan sangat signifikan bagi koalisi partai apapun untuk menjadi calon wakil presiden.

Refly menambahkan bahwa persoalannya adalah jabatan kementerian yang diemban ini, selain sebagai amanah tetapi dapat juga menjadi batu lonjakan untuk menjadi calon presiden tersebut.

Baca Juga: Heboh di Twitter, Angga Dwimas Sasongko Akan Penjarakan Pembajak Film 'Story of Kale'

"Jadi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh seorang emnteri, tidak perlu disebutkan namanya, memberikan bantuan sosial di tengah Covid-19, lalu memberikan sang nama untuk 2024. Harusnya kan tidak demikian, harusnya bantuan-bantuan tersebut tidak dikaitkan dengan pencalonan, atau rencana untuk mencalonkan diri," ucapnya.

"Bisa jadi untuk membangun popularitas, membangun akseptabilitas dan elektabilitas dalam soal seperti ini, yang mapan baru tiga nama antara Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan," katanya.

Dia mengatakan di antara tiga nama tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang posisinya tidak terlalu jelas. Karena Anies tidak memiliki kendaraan partai politik. Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menurutnya sangat bergantung pada sikap Megawati Soekarnoputri.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Sayangkan Sikap Pamer Kebaikan di Medsos

"Hanya saja tidak pernah memasukkan nama Megawati Soekarnoputri, padahal Megawati masih bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden. Jadi bukan tidak mungkin tiba-tiba konstelasi politik mengarahkan PDIP untuk mencalonkan kembali Megawati, apalagi misalnya Puan Maharani tidak begitu populer untuk menjadi calon presiden," ujarnya.

"Kembali ke jabatan menteri itu, yang harus digarisbawahi adalah sah untuk menyusun bata sebagai pencalonan di 2024, tapi persoalannya adalah ada inkonsistensi di masa jabatan ke-2 ini," kata Refly. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Youtube Refly Harun.

Refly mengungkapkan pada masa jabatan Presiden Jokowi periode pertama, menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.

Baca Juga: Rustika Herlambang Sebut Rapor Kinerja Jokowi Dinilai Berada di Angka 66 oleh Netizen Twitter Aktif

Namun, sekarang ada tiga partai yang menempatkan ketua umumnya menjadi menteri yaitu Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, dan Suharso Monoarfa. Menurutnya, dua di antara nama tersebut potensial sebagai calon presiden.

Perubahan ini, dia melanjutkan, bisa dipahami karena adanya bargaining position. Para ketua umum yang berasal dari partai itu mungkin jauh lebih besar daripada waktu periode pertama.

"Yang kedua adalah Presiden Jokowi sengaja untuk mencari putra mahkota, kalau mereka tidak memegang partai politik, maka bargaining position mereka akan lemah. Misalnya Airlangga Hartarto melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Partai Golkar, maka dia akan kehilangan kesempatan untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden," ucap Refly.

Baca Juga: Pasca Umumkan Pensiun, Khabib Nurmagomedov Berencana Melatih UFC

Dia menambahkan bahwa hal yang sama berlaku untuk Prabowo Subianto, karena kalau seandainya ada konstelasi perubahan luar biasa di Gerindra, yang memungkinkan ada orang kuat lainnya. Tapi jika tidak ada, nama Prabowo Subianto tetap akan menjadi posisi teratas di Partai Gerindra.

"Inkonsistensi ini yang sesungguhnya membuat kerja kabinet jadi tidak menyakinkan. Karena mereka tidak hanya berpikir mengenai pekerjaan mereka, tapi juga berpikir tentang bagaimana memberikan citra yang baik terhadap performa mereka, yang terkadang soal komunikasi saja," katanya.

Selain itu, ada menteri-menteri lainnya yang ketika menjabat mulai dimanja oleh media massa, seperti Menteri BUMN Erick Thohir, yang dikatakan Refly belum apa-apa juga berkampanye. Ada spekulasi yang mengatakan Erick Thohir punya peluang untuk ditarik Partai Nasdem. Karena Jika Gerindra, PDIP, Golkar tidak mungkin, kecuali dijadikan sebagai calon wakil presiden oleh koalisi tiga partai tersebut, sebutnya.

Baca Juga: Dinyatakan Positif Covid-19, 6 Petugas Lapas Perempuan Denpasar Bali dan 34 WBP Diisolasi

Refly menuturkan yang mungkin menjadikan Erick Thohir sebagai nomor satu adalah Partai Nasdem, dengan Surya Paloh sebagai ketua umumnya, yang dirasa oleh Refly tidak mungkin mencalonkan diri sebagai calon presiden.

"Jadi konstelasi masih cair, tapi kalau mau protes sesungguhnya periode kedua ini sebenarnya periode yang tidak jauh lebih baik dari periode pertama dalam hal keseriusan kinerja para menteri," ucapnya.

Sebagai bukti, Refly mengungkapkan Presiden Jokowi yang mengeluh dalam hal komunikasi Undang-undang Cipta Kerja. Jokowi mengeluhkan kemampuan komunikasi para menteri untuk membuat Undang-undang Cipta Kerja diterima oleh masyarakat.

Baca Juga: Hindari Keterlambatan, Penumpang KA Dihimbau Melakukan Rapid Test H-1 Sebelum Keberangkatan

"Ternyata tidak demikian, sesungguhnya saya merasa kok periode kedua ini banyak dikorbankan oleh Presiden Jokowi dan para pembantunya. Mungkin saja mereka tidak berkonsentrasi 100 persen untuk kinerja kabinet, tapi separuh imajinasinya sudah berada di 2024," katanya.

"Di mana kita tahu di 2024 tidak akan ada lagi Presiden Jokowi," ucap Refly Harun mengakhiri.

 ***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler