Refly Harun Setujui Din : Indonesia Sudah Otokrasi, Tapi Jangan Bilang Aktivis Berwajah Penipu

- 1 November 2020, 15:18 WIB
Din Syamsuddin
Din Syamsuddin /Pixabay
PR CIREBON - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin menyebut ada tiga kerusakan di Indonesia. Menurut Din, kerusakan itu berasal dari para pemimpin yang tindakannya menyimpang dari kiblat bangsa dan negara Indonesia.
Kerusakan pertama, menurut Din adalah terjadinya penyelewengan, serta penyimpangan nilai-nilai dasar yang disepakati, yaitu Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
 
"Maka kami sebagai gerakan moral berjuang untuk meluruskan kiblat bangsa dan negara, kiblat bangsa dan negara ini sudah menyimpang," ungkap Din dalam sambutan KAMI Jambi, Jumat 30 Oktober 2020.
 
Kedua, gejala negara yang mengarah pada constitutional dictatorship atau kediktatoran konstitusional. Menurut Din, kediktatoran konstitusional merupakan tindakan melanggar dasar negara.
 
 
"Ada gejala dan gelagat kekuasaan di negara kita mengarah pada penguatan constitusional dictatorship, sebuah gelagat kediktaktoran yang membungkusnya melalui undang-undang padahal menyimpang dari nilai-nilai dasar," kata Din.
 
Menurut Din, Indonesia kini perlahan berubah menjadi negara otokrasi, meninggalkan azas demokrasi yang selama in dianut Indonesia.
 
"Dan itu sangat kuat, sangat berorientasi pada kekuasaan satu orang. Jadi selain oligarki politik, dan oligarki ekonomi, sekarang Indonesia jadi otokrasi bukan demokrasi. Ini juga yang disebut dalam literatur, democratic centralism," ucapnya
 
 
Ketiga, arogansi oleh para pemimpin yang memiliki kekuasaan. Menurut Din, kesombongan yang dianut para pemimpin bangsa kini menjadi hambatan terpenuhinya aspirasi rakyat.
 
"Ada juga kerusakan tingkat ketiga, menjelma dalam bentuk yang saya amati, dalam bentuk arogansi kekuasaan. Kesombongan, kekuasaan, merasa dirinya besar karena dianggap memiliki badan eksekutif, yang kemudian menutup mata dan telinga dari aspirasi rakyat," ungkap Din.
 
Lebih lanjut, Din mengatakan kehadiran KAMI penting untuk menyelamatkan Indonesia yang telah rusak. Din berharap KAMI, dapat menjadi wadah dalam berupaya mengembalikan Indonesia kepada demokrasi dan menjaga keutuhan dasar negara.
 
"KAMI sebagai gerakan moral berjuang untuk meluruskan kiblat bangsa dan negara yang sudah menyimpang," kata Din.
 
 
Seperti yang dilansir oleh PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah Minggu, 1 November 2020 dengan durasi enam belas menit sembilan detik pada akun YouTube Refly Harun.
 
Menurut Refly Harun bahwa kritik Din Syamsudin memang luar biasa bicara tentang tiga kerusakan sudah menyimpang dari cita-cita bangsa dari dasar, ada kecenderungan diktator konstitusional dan ada arogansi.
 
"Lagi-lagi dalam alam demokrasi, kritik harus di Anggap sebagai kritik walaupun keras." ucap Refly Harun
 
 
Hanya orang dengan agenda tersembunyi yang melindungi kepentingan buruknya dengan menjauhi kritik, kalau semua pemimpin bekerja dan berbuat bagi masyarakat tidak ada fase integrasi pasti mereka tidak khawatir dengan kritik sekeras apapun, bahkan tidak akan tertarik menggunakan rezim koersif kekuasaan, seperti untuk membungkam kritik dengan cara memenjarakan mereka yang kritis terhadap pemerintahan.
 
"Saya berharap negara ini bukan menjadi negara yang buruk tapi negara kita bersama tempat kita hidup sejahtera lahir dan batin tempat kita dicerdaskan tempat kita dilindungi oleh negara." ucapnya
 
 "Bukan negara seperti mimpi buruk di gelap malam." imbuhnya
 
Artinya, masyarakat masih berharap siapapun yang memerintah negara ini, siapapun yang terpilih dalam kontestasi politik, adalah mereka memegang amanah sekuat-kuatnya amanah untuk mempertahankan demokrasi konstitusional untuk mewujudkan tujuan negara untuk terus menjunjung dasar negara Pancasila
 
"Kita berharap bahwa negara ini tidak menjadi negara yang otoriter." ujar Refly Harun
 
 
Adapun masyarakat Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun belajar bagaimana tidak enaknya hidup dalam alam otoritarianisme, baik di era orde lama maupun era orde baru, mungkin beberapa bagian dari pemerintahan orde lama dan orde baru dianggap baik, misalnya soal pembangunan ekonomi di era orde baru.
 
"Tapi jangan lupa kebebasan masyarakat sangat terbelenggu tidak ada keberanian bagi kita untuk berbicara," ucapnya 
 
"Pada era reformasi kita bebas berbicara ada yang mengatakan kebablasan, saya mengatakan tidak kalau kita baru belajar berdemokrasi, mungkin baru belajar juga berdemonstrasi sehingga semuanya belum tepat ukurannya." ujarnya
 
"Tetapi ketika pada era-era terakhir ini ada kecenderungan kita regresif tentang kebebasan berpendapat dan survei indikator bahkan mengatakan antara yang setuju dan sangat setuju mulai takut dalam mengeluarkan pendapat itu angkanya 68,8 persen." ucap Refly
 
"Itu angka yang sangat-sangat besar, harusnya pemerintah atau penguasa memiliki kesadaran ini, itu yang harus diselamatkan." imbuhnya
 
 
Sedangkan pada era saat ini ada kecenderungan kelompok sipil, kelompok society itu menggunakan tangan negara untuk menghantam kelompok sipil atau kelompok society lainnya atau bahkan negara membiarkan dirinya digunakan 
 
Sehingga, Refly pun menduga ada pemimpin negara yang direct attack kepada kelompok tertentu atau membiarkan dirinya digunakan oleh kelompok sipil society lainnya, hanya untuk menyerang atau menghantam kelompok sipil society yang mungkin tidak setuju dengan pemerintah. 
 
Maka, jangan heran dengan munculnya kelompok-kelompok sipil di masyarakat ada tokoh-tokoh di masyarakat yang dalam berpendapat bebas mengatakan apapun, bahkan dengan kata-kata yang paling kasar sekali pun karena mereka yakin tidak akan disentuh.
 
"Saya ingat waktu deklarasi kami misalnya ada foto di situ ada foto profesor Din Syamsuddin, prof rochmat Wahab dan orang-orang lainnya yang kita tahu mereka adalah para aktivis, apa komentar orang yang biasa menghina di media massa misalnya di media-media sosial tapi dianggap sebagai orang yang dekat dengan kekuasaan katanya seperti wajah penipu." ujar Refly Harun
 
 
 
Untuk itu, Refly menilai itu buruk, karena sesungguhnya menjadi warga negara yang siap berbeda pendapat, tidak perlu tersinggung dengan kritik keras, tapi sama-sama menjunjung tinggi demokrasi media untuk menyampaikan pendapat tersebut.
 
Betapa mengerikan, kalau sebentar-sebentar menggunakan tangan besi negara untuk memenjarakan, hingga tidak akan ada lagi orang kritis di Ibu Pertiwi ini, karena tiap orang kritis itu harus hati-hati terus-menerus karena ditunggu kapan terpelesetnya.
 
Sementara di sisi lain, orang yang mengendors kekuasaan bisa merajalela, semena-mena menghantam ke mana saja.
 
 
Dari sinilah pentingnya menjadi sosok orang yang berperilaku berdiri di tengah, tidak memanjakan salah satu pihak, justru harus menjadi rekonsiliator kalau terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak. 
 
Dengan demikian, kritikkan Din Syamsuddin lagi-lagi harus dianggap sebagai sebuah masukkan dan introspeksi. 
 
"Belum apa-apa Din Syamsuddin dilaporkan juga karena perilakunya katanya tidak sesuai dengan asas aparatur sipil negara, lama-lama tidak ada orang kritis di republik ini." pungkas Refly Harun.

***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x