Pemerintahan Diktatorship Mulai Terlihat, Refly Harun: Kita Kembali kepada Roh Demokrasi

- 1 November 2020, 06:30 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun / YouTube Refly Harun/



PR CIREBON - Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menilai, berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah bersama DPR menunjukkan gejala diktator konstitusional. Walaupun ada proses demokrasi formal, proses pembuatan kebijakan dilakukan tanpa melibatkan publik.

“Ada situasi di mana proses demokrasi dibajak selama era pandemi ini. Perundang-undangan dibuat tanpa melibatkan publik,” katanya saat diskusi bertajuk ‘Evaluasi Bidang Hukum dan Demokrasi’ yang diselenggarakan secara daring oleh LP3ES, Minggu 25 Oktober 2020.

Menurut Jimly, selama masa pandemi ini, proses pembuatan UU hanya dilakukan untuk mengikuti syarat formal di mana hal terpenting adalah DPR sudah menyetujui. Padahal, tambahnya, proses pembentukan UU juga merupakan bagian dari bernegara. Hal ini tercermin dari 5 UU yang dibentuk pemerintahan Presiden Joko Widodo seperti UU Mahkamah Konsitusi, UU KPK, UU Minerba, UU Penanganan Covid-19, dan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca Juga: MIKTI Perkuat Industri Kreatif, Sejumlah Pihak Siap Kembangkan Bisnis Perusahaan Rintisan

“Semua UU itu dibuat tanpa melibatkan publik sama sekali. Ini menunjukkan menurunnya kinerja negara hukum dimana instrumennya adalah penegakan negara hukum dan pembangunan hukum,” tegasnya.

Yang agak mengenaskan, ungkap Jimly, masyarakat pun saat ini terbelah menjadi dua kelompok yaitu ‘haters’ dan ‘lovers’. “Dan ini bisa merusak demokrasi ke depan,” jelasnya.

 



Karena itu, tambah Jimly, diperlukan kesadaran kolektif pemimpin untum memperbaiki situasi demokrasi yang tengah dibajak ini. “Perlu dibangun sistem bernegara, adanya keteladanan, dan komunikasi ekektif yang mencerahkan,” jelasnya.

Baca Juga: Wali Kota Bogor Dorong Pembentukan Forum Ekonomi Kreatif untuk Mengembangkan dan Memajukan Kota

Direktur Center for Media and Democracy, LP3ES Wijayanto menambahkan, saat ini ada kecenderungan pemerintah mencoba membungkam kelompok-kelompok yang kritis dengan pemerintahan. “Dan hal ini semakin tampak pada saat penanganan pandemi covid-19,” ungkapnya.

Seperti dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah Rabu 28 Oktober 2020 dengan durasi empat belas menit sembilan detik pada akun YouTube Refly Harun.

Menurut Refly Harun sebenarnya ini adalah keprihatinan yang kesekian kali dari para pengamat intelektual akademisi aktivis mengenai jalannya pemerintahan ini.

Baca Juga: Pernyataannya Terkait Sumbangsih Milenial Terhadap Negara Viral, Megawati: Saya Senang Saja

"Tapi sayangnya kelompok-kelompok pro pemerintah dan penguasa itu sendiri selalu menanggapinya sebagai orang yang sakit hati tidak ikut atau tidak terangkut dalam pemerintahan dan lain sebagainya." ucap Refly Harun

Padahal bukan itu masalahnya persoalan terbesar pada kita adalah ada penurunan kinerja yang luar biasa dalam pemerintahan Jokowi jilid 2 ini dimulai dari rekrutmen menteri-menteri yang menurut saya jauh kalah dibandingkan dengan periode pertama .

"Dan juga kecenderungan pemerintahan ini untuk bertindak otoriter menggunakan instrumen hukum untuk membungkam lawan-lawan politik." ujar Refly.

Baca Juga: Silakan Aksi Unjuk Rasa Mengecam Presiden Macron, Mahfud MD: Jangan Anarkis dan Melanggar Hukum

"Dengan mudah menggunakan pasal-pasal karet di dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik terutama pasal 27." imbuhnya

Termasuk juga undang-undang pidana tahun 46 yang sering digunakan maka di situ ada kata-kata penghinaan dan pencemaran nama baik penyebaran kebencian provokasi dan lain sebagainya.
 
"Mudah sekali kita mengkategorikan orang dengan tindak pidana seperti itu dan berharap mereka dipenjarakan atau dihukum." ujarnya.

Baca Juga: Pro Kontra Tanggapannya Soal Kaum Milenial, Megawati: Saya Butuh Kader yang Punya Jiwa Raga
 
Negara tidak semestinya menghukum atau memenjarakan orang yang tidak jahat seorang yang bukan kriminal kalau berbeda pendapat itu adalah bagian dari demokrasi
 
"Jadi keprihatinan profesor jimly Asshiddiqie harusnya di antara lain digaris bawahi oleh presiden Jokowi sebagai orang nomor satu di republik ini." ucap Refly.

Walaupun ada yang banyak menganalisis mengatakan bahwa "Jokowi is not in control" tidak mengontrol semuanya karena oligarki oligarki politik di luar kekuasaan itulah yang sesungguhnya bekerja dan beroperasi.

Baca Juga: Tinjau Pelabuhan Patimban, Menhub: Kegiatan Nelayan Harus Jadi Perhatian Bersama

"Termasuk juga misalnya bagaimana membungkam menghentikan lawan-lawan politik." imbuhnya
 
Gejalanya mudah sekali kalau ada suara kritis dari kelompok society maka akan diadakan pertandingan dari society lainnya kalau ada seorang kritis dari individu maka akan ada individu lainnya yang menghantam individu yang bersuara kritis tersebut.

"Bahkan endingnya adalah bila perlu dipenjarakan semua orang-orang kritis dan akhirnya yang muncul adalah hanya orang-orang yang pro pemerintah saja atau pemerintah atau penguasa saja yang bebas mengeluarkan kritik, yang bebas menghina yang bebas mengata-ngatain." ucapnya.

Halaman:

Editor: Egi Septiadi

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x