Kritik Pemerintah Terkait Penangkapan Anggota KAMI, Fahri Hamzah: Mereka Alumni ITB yang Idealis

- 20 Oktober 2020, 20:20 WIB
Fahri Hamzah: Fahri Hamzah kritik pemerintah melalui postingan di akun instagramnya terkait penangkapan anggota KAMI yang dikenalnya sejak 30 tahun lalu.
Fahri Hamzah: Fahri Hamzah kritik pemerintah melalui postingan di akun instagramnya terkait penangkapan anggota KAMI yang dikenalnya sejak 30 tahun lalu. /Tangkapan layar Instagram @fahrihamzah.

PR CIREBON - Belum lama ini tiga anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) telah ditangkap pihak kepolisian akibat kasus penghasutan aksi demo penolakan UU Cipta Kerja.

Adapun tiga orang yang ditangkap yaitu Syahganda Nainggolan, Anton Permana, dan Jumruh Hidayat.

Namun penangkapan anggota sekaligus petinggi KAMI ini, terutama Syahganda dan Jumhur mendapat kecaman. Merek berdua dinilai sebagai sosok aktivis idealis.

Baca Juga: Kemenkes Sebut BPOM-MUI-Kemenag akan Pastikan Keamanan Vaksin dari Segi Keselamatan dan Kehalalannya

Wakil Ketua Umum Partai Gelor Fahri Hamzah mengkritik aksi penangkapan 2 tokoh aktivis tersebut.

"Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkualitas." ujar Fahri, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Instagram @fahrihamzah yang diunggah pada 15 Oktober 2020.

Fahri mempertanyakan penangkapan Syahganda dan Jumruh, lantaran pada masa orba yang otoriter mereka juga sempat ditangkap.

Baca Juga: PSSI Targetkan Timnas Indonesia Masuk 8 Besar di Piala Dunia U-20

Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu juga mengatakan dulu ia menentang teori 'crime control' dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK.

Sekarang ia bersedih lantaran ideologi yang lama justru dipraktekkan penegak hukum lain.

"Dulu saya menentang teori 'crime control' dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK. Sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum, tapi sedih dengan ideologi lama itu di praktekkan penegak hukum lain," tuturnya.

Baca Juga: Indonesia Tolak Permintaan AS untuk Mendaratkan Pesawat Pengawas P-8 Poseidon

Adapun inti dari 'crime control' menurut Fahri adalah penegakan hukum yg mendorong 'tujuan menghalalkan cara' atau 'end justifies the means'.

Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan.

Fahri mengutarakan bahwa yang seharusnya ditangkap yaitu orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh.

Baca Juga: Tiongkok Dianggap Jadi Ancaman Terbesar, Swedia Lakukan ‘Ban’ Terhadap Huawei ZTE dari Jaringan 5G

"Bukan kritikus yang berjasa bagi demokrasi kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?," kata Fahri.

Menurut Fahri hukum tidak boleh menyasar pada pengritik kebijakan, sementara perusuh dan vandalisme belum diselesaikan.

"Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?," kritik Fahri.

Baca Juga: Demo Tolak Omnibus Law Belum Berakhir, dr Tirta Khawatir Desember Akan Ada Demo Covid-19

Dirinya hanya bisa mengirimkan doa kepada Presiden dan Wakil Presiden RI agar senantiasa berpikir jernih melihat realita ini.

Unggahan Fahri Hamzah ini mendapat banyak respon dari netizen yang mendukung aksi kritikannya itu.

"Ayo bang segera kembali ke khitah perjuangan kita yang seperti dulu. Jangan lama lama pingsannya," komentar akun Instagram @ahmadmehdighazali.

Baca Juga: PM Jepang Yoshihide Suga Tiba di Indonesia, Seskab Sambut di Bandara Internasional Soekarno-Hatta

"Argumen yang sungguh berkualitas. Kita tidak bisa begini," komentar akun Instagram @ariez_cucuk.

"Akhirnya abang kembali lagi. Indonesia butuh cara berfikir seperti abang, jangan biarkan para mahasiswa berjuang sendiri, dampingi mereka dalam berfikir bang," komentar akun Instagram @ade.saptono.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

PAK PRESIDEN DAN PAK KYAI, KENAPA SEMUA HARUS BERAKHIR DI BUI? Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkwalitas. Mereka dl korban rezim orba yg otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka? Dulu saya menentang teori “crime control” dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain. Inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yg mendorong “tujuan menghalalkan cara” atau “end justifies the means”. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan. Kalau melihat abjad dari kriminalitasnya, yang harus ditangkap duluan ya orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan kritikus Yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh? Ayolah, mari kembali kepada yg benar bahwa kegaduhan publik ada dasarnya. Kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik adalah kejahatan. Tapi kejahatan dan kritik tidak tersambung. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sbg respon atas tata kelola yang gagal. Hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan. Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita? Malam ini dari kampung yg sepi saya bersedih. Rasanya ada yang aneh di seputar kekuasaan. Ada agenda yang menurut perasaan saya bukan agenda pemerintahan yang sah. Tapi kita semua hanya bisa menduga tak bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara. Saya hanya bisa kirim doa kepada pak presiden & pak kyai. Semoga bisa jernih meliha realitas ini. Kita tidak bisa begini. #fahrihamzah #partaigelora #indonesia

A post shared by Fahri Hamzah (@fahrihamzah) on

 ***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah