Nasib Industri Garmen di Ujung Tanduk, Sebut UU Ciptaker Tidak Menetapkan UMK Berdasarkan 3 Unsur

26 Desember 2020, 09:15 WIB
Ilustrasi Karyawan pabrik garmen. // ANTARA/

PR CIREBON - Saat kondisi pandemi Covid-19 nampaknya menjadi suatu bencana bagi sektor industri karena adanya pembatasan ruang dan perubahan kebijakan.

Meski pun saat ini sudah disahkan UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang katanya berpihak untuk kesejahteraan masyarakat, namun hal tersebut saat ini belum dirasakan oleh semua sektor.

Salah satunya sektor industri garmen yang akhir-akhir ini mengalami kesulitan karena adanya pandemi Covid-19 dan disisi lain impor masih berjalan.

Baca Juga: Benarkah Varian Baru Covid-19 Tak Terdeteksi Tes PCR? Begini Penjelasan dari Prof Zubairi

Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) menyampaikan harapannya kepada pemerintah untuk menyelamatkan sektor tersebut, sehingga tidak terus muncul PHK.

"Kami sangat mengapresiasi pemerintah dalam menetapkan UU Cipta Kerja dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Namun dalam realitasnya para pengusaha terancam gulung tikar dan pekerja terancam PHK massal dalam waktu dekat ini, karena penetapan pengupahan di luar kemampuan dan kepantasan," ucap Juru Bicara PPPTJB Sariat Arifia, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari ANTARA News.

Menurut Sariat, selama 2019 sudah cukup banyak pabrik garmen yang berakhir dengan mem-PHK karyawannya yang jumlahnya sekitar 25 ribuan di Kabupaten Bogor dan Purwakarta.

Jika hal tersebut terus menerus tidak ditanggapi, Sariat khawatir di tahun 2021 banyak perusahaan yang akan melakukan penutupan pabrik.

Baca Juga: Heboh soal Varian Baru Covid-19, PB IDI: Lebih Mudah Menular 70 Persen

Sementara itu, Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor dari unsur Apindo, Dessy Sulastri merasa kecewa terhadap penetapan upah minimum kabupaten yang tidak berdasarkan kesepakatan tiga unsur yaitu pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

"Hal ini sangat merusak keberlangsungan kehidupan perusahaan dan berisiko tinggi akan terjadinya PHK massal yang merugikan karyawan sendiri," kritiknya.

Melihat banyaknya pengangguran, Dessy tidak menginginkan para pekerjanya menjadi pengangguran dengan tutupnya pabrik.

Saat ini saja pengangguran di Kabupaten Bogor sudah mencapai 14,26 persen.

Baca Juga: Soal Masuknya Sandiaga Uno Dalam Kabinet Jokowi, Hersubeno: sebagai Seorang Pengusaha ini Normal

Kondisi sulit yang dihadapi industri garmen di Jawa Barat membuat mereka mengadukan nasib kepada Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah.

Memburuknya industri garmen juga dikomentari oleh Influencer dr. Tirta Mandira Hudhi atau dr. Tirta saat dirinya membantu teman yang memiliki pabrik garmen.

"Beberapa hari lalu diminta bantuan owner sebuah pabrik garment yang tertekan produk impor murah yang membanjiri Indonesia," komentarnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Instgram @dr.tirta, 25 Desember 2020.

Saat itu, akhirnya dr. Tirta memutuskan untuk membantu dengan bergabung, agar pabrik garmen milik temannya ini tidak gulung tikar.

Baca Juga: Rangkap Jabatan Tri Rismaharini, Khofifah Langsung Dapat Perintah Ini dari Mendagri dan Tunjuk Plt

"Akhirnya ane bergabung sama mereka, agar buruh garmen tettp bisa makan. Pabrik berisi ribuan pegawai ini akhirnya membuat produk sendiri bernama @gobynalure_official," jelasnya.

Tentunya masyarakat berharap pemerintah bisa mempertahankan lapangan pekerjaan untuk rakyat sebanyak-banyaknya, memelihara pendapatan nasional, dan juga terus mendorong penciptaan devisa melalui produk ekspor.***

Editor: Rahmi Nurlatifah

Sumber: Instagram ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler