Jika Mendagri Ingin Copot Anies Baswedan, Pakar Hukum Tata Negara: Presiden Pun Tidak Bisa

- 20 November 2020, 11:47 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun.
Pakar hukum tata negara Refly Harun. /Tangkap layar youtube.com/Refly Harun
PR CIREBON - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengomentari tentang pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, hingga Mendagri mengusulkan untuk pencopotan jabatan Gubernur DKI Jakarta.
 
Seperti dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah Jum'at 20 November 2020 pada akun YouTube Refly Harun, kali ini Refly Harun sependapat dengan apa yang di utarakan oleh Prof Yusril Ihza Mahendra.
 
"Apakah seorang Gubernur, Bupati, dan Walikota dapat diberhentikan oleh seorang Mendagri atau seorang Presiden," ucap Refly Harun.
 
"Saya katakan semua pejabat Daerah Pejabat Negara entah itu Gubernur, Bupati, dan Walikota diberhentikan, siapa yang memberhentikan secara administratif kalau itu Walikota diberhentikan oleh Menteri dalam Negeri, hal itu Gubernur diberhentikan oleh presiden. dapat diberhentikan persoalannya adalah alasan untuk memberhentikan tersebut alasan tentu seperti yang dikatakan prof Yusril tidak bisa didasarkan pada proses atau instruksi presiden atau instruksi menteri," jelas Refly Harun
 
 
Namun begitu, harus dasarnya pada undang-undang, yang mana dalam konteks ini adalah undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang ini mengatur proses pemberhentian yang tidak hanya melibatkan satu lembaga saja.
 
Bahkan bisa sekaligus 3 lembaga atau minimal dua lembaga, termasuk lembaga DPRD dalam konteks provinsi DPRD provinsi.
 
Refly Harun menuturkan, bahwa hal tersebut bisa juga presiden sebagai administratif, lalu juga Mahkamah Agung, seperti Presiden atau Mendagri jadi dalam konteks tidak mematuhi protokol kesehatan.
 
"Itu harus jelas aturannya dimana peraturan pemerintah, ketidakpatuhan menjalankan protokol kesehatan bisa dikonstruksikan sebagai sebuah pelanggaran misalnya atau tidak memenuhi janji sebagai kepala daerah untuk melaksanakan undang-undang," ucapnya.
 
 
Jadi konsumsinya macam-macam, tapi dalam proses pemberhentiannya tidak bisa dilakukan oleh Mendagri atau presiden sendiri, atau cabang kekuasaan eksekutif sendiri.
 
Melainkan harus melibatkan cabang kekuasaan yudikatif yaitu mahkamah bisa dimulai dari penggunaan hak DPRD mulai dari hartanya kemudian individu anggota DPRD mengajukan hak untuk bertanya dan bertanya ini yang tidak harus langsung gubernurnya bisa diwakili.
 
"Karena ini adalah hak-hak yang bersifat individual dalam institusi DPR terlalu bisa meningkat dalam penggunaan hak kelembagaan yaitu hak interpelasi interpelasi adalah hak untuk bertanya juga warnai sebuah kondisi sebuah keadaan yang besar pengaruhnya pada kehidupan kebangsaan dan juga kehidupan di daerah." ujarnya 
 
 
Refly menerangkan bahwa itu interpelasi DPRD menggunakan hak politiknya untuk bertanya kepada seorang gubernur yang tentu saja dengan konveksi, harus dilakukan oleh gubernur sendiri.
 
Walaupun dalam konteks waktu itu pertanggung jawaban, misalnya Rusli memutus Menterinya yang bersifat kelembagaan harus dengan penghormatan juga.
 
Jadi kalau yang diinterpelasi adalah gubernur, gubernurnya yang akan datang, hingga menemukan kejelasan dan ada dugaan pelanggaran hukum bisa digunakan hak angket.
 
Karena hak angket dan hak interpelasi, yang tidak main dulu-duluan. Bukan mana yang lebih dulu tapi mana yang digunakan, misalnya hak angket dipilih, berarti DPRD berpikir ada pelanggaran hukum dan itu harus dilakukan penyelidikan oleh DPRD.
 
Hasil penyelidikan itu nantinya sekalian bisa disampaikan kepada penegak hukum untuk dilihat proses hukumnya, tapi bisa juga dengan menggunakan hak lainnya yaitu hak menyatakan pendapat dalam konteks ini DPRD atau DPR di tingkat pusat akan menyatakan apakah seorang Presiden, Gubernur, Bupati, atau Walikota sudah melakukan pelanggaran hukum atau tidak.
 
"Sehingga cukup alasan untuk diberhentikan." imbuhnya
 
 
Artinya, jawaban DPRD itu akan disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai sebuah proses hukum.
 
Yang penting mendengarkan para pihak yang berseberangan atau berbeda pendapat mengatakan ia benar tuduhan DPR bahwa yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya atau melanggar hukum atau melanggar sumpah dan janji.
 
Maka DPRD harus mengusulkan pemberhentiannya itu tidak juga disampaikan oleh DPRD maka bisa langsung diambil alih oleh Mendagri untuk disampaikan kepada presiden.
 
"Konsep yang memang kita sepakat walaupun kita negara kesatuan republik Indonesia, Gubernur, Bupati, serta Walikota itu bukanlah bawahan secara hirarkis dari pemerintah pusat." ujar Refly Harun
 
 
Tapi bukan berarti tanpa koordinasi, mereka juga harus berkoordinasi dalam melakukan langkah-langkah tertentu terutama terkait dengan langkah pemerintah pusat di daerah atau proyek proyek yang dibiayai oleh pemerintah pusat yang adanya di daerah dan lain sebagainya.
 
"Jadi dalam konteks yang demikian ada kewajiban-kewajiban yang bisa diminta tapi kalau mengatakan gubernur Anies Baswedan bisa dipanggil oleh Mendagri diklarifikasi dan diberhentikan itu sama sekali tidak benar." pungkasnya
 
Namun apa yang dikutip oleh Mendagri maksudnya untuk mengingatkan ragam cara tetapi bukan itu satu-satunya prosedur untuk memberhentikan.
 
 
Dikatakan bahwa pemberhentian atau penggantian kepala daerah dapat dilakukan dengan tiga sebab. Pertama meninggal dunia, kemudian kedua mengundurkan diri dan ketiga diberhentikan.
 
Namun diberhentikan ini juga tidak hanya melibatkan satu institusi misalnya saja presiden saja tidak begitu tapi harus menggambarkan dinamika demokrasi.
 
Seperti check and balances diantara cabang-cabang kekuasaan negara kekuasaan pemerintahan negara hukum.
 
"Tidak boleh kita menghukum seseorang tanpa adanya putusan dari institusi yang berwenang terutama dari institusi pengadilan yang memang memiliki kewenangan untuk menilai sebuah peristiwa, apakah sebuah peristiwa yang bisa dihukum baik hukum administratif maupun hukuman penjara." ujar Refly Harun.
 
 
Refly Harun mengatakan anggap saja bahwa instruksi Mendagri itu diterima sebagai mengingatkan semua dalam undang-undang pemerintahan daerah.
 
"Karena saya menganggap harusnya ada hal-hal yang harus menghargai otonomi daerah sehingga bukan ranah lagi pemerintah pusat untuk menentukan a i u di daerah masing-masing apalagi soal pilkada." ucap Refly
 
Karena hal tersebut tidak boleh digunakan secara spontan untuk menjatuhkan lawan politik, Undang-undang itu mengatur sedemikian rupa kepemimpinan agar dia tetap berpihak kepada negara dan mampu mewujudkan tujuan nasional.

***
 
 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x