Prof Cissy yang juga merupakan Ketua Satgas Imunisasi IDAI ini menambahkan bahwa Izin Penggunaan Darurat yang diberikan oleh badan regulator dengan mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko.
Berdasarkan seluruh data mutu, non klinik dan klinik serta risiko kondisi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit. Selain itu juga data uji klinik untuk memastikan keamanan dan khasiat serta mutu vaksin untuk digunakan masyarakat.
"Menurut WHO syarat sebuah vaksin dapat diberikan EUA adalah minimal 50 persen relawan sudah divaksinasi secara penuh dan terus dipantau selama 3 bulan setelah suntikan terakhir. Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang diimpor," ucapnya.
Baca Juga: Survei UNICEF Menunjukkan Tingkat Kesadaran Masyarakat Indonesia Sangat Rendah untuk Tertib Prokes
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi I BPOM, Togi Hutadjulu, menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pemberian izin penggunaan darurat harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya.
Keputusan diambil berdasarkan hasil evaluasi data keamanan dan khasiat vaksin. Proses evaluasi keamanan dan khasiat kandidat vaksin melibatkan Tim Komite Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli farmakologi, klinis, dan pakar bidang terkait lain.
Jika berdasarkan hasil evaluasi vaksin dinyatakan telah memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu, maka BPOM dapat memberikan persetujuan penggunaan kategori EUA.***