Soal Penangkapan Massa Aksi 1812, Refly Harun: Kalau Istana Membuka Dialog, Pasti Tidak Terjadi Demo

- 19 Desember 2020, 20:00 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. /Tangkap layar Channel Youtube Refly Harun/

PR CIREBON - Peristiwa unjuk rasa bela Rizieq Shihab 1812 yang dilaksanakan pada 18 Desember 2020, nampaknya berbuntut pada penangkapan massa oleh Polda Metro Jaya.

Setidaknya dalam aksi tersebut Polda Metro Jaya mengamankan 155 massa anarkis yang ternyata 22 orang diantaranya reaktif Covid-19 setelah dilakukan tes cepat.

Padahal sebelumnya Polda Metro Jaya tidak memeberikan izin terkait aksi tersebut karena situasi darurat Covid-19. Namun massa aksi tetap datang dan menggelar aksi.

Baca Juga: Media Luar Sorot Aksi 1812 Bela Habib Rizieq, Kontroversi Pelanggaran Prokes hingga Kasus Ahok

Menanggapi hal tersebut, Ahli Tata Hukum Negara, Refly Harun mengaaku bahwa peristiwa ini tidak aneh, mengingat saat ini setiap digelar demo unjuk rasa pasti akan berujung pada kekerasan oleh pihak aparat.

"Dilapangan sering terjadi banyak hal-hal yang diluar protap ya, misalnya pembubaran oleh petugas keamanan yang dilakukan dengan kekerasan ya. Aksi yang dilakukan pada 13 oktober juga begitu," ujar Refly dalam video akun Youtube Refly Harun, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com.

Lantaran menurut Refly, dalam aksi unjuk rasa sering kali ditunggangi oleh pihak pihak yang memiliki kepentingan dan tidak sejalan dengan kepentingan dnegan pengunjuk rasa.

"Kerumunan seperti ini potensial banyak free ridersnya ya, banyak penunggang gelapnya, banyak kepentingan yang kadang-kadang bukan dari kepentingan dari para pengunjuk rasa," ungkapnya.

Baca Juga: Penelitian Terbaru Singapura: Bayi Lahir dari Pasien Covid-19 Miliki Antibodi SARS-CoV-2

Refly mengatakan bahwa hal tersebut bersifat dilematis, karena sebenarnya aksi unjuk rasa merupakan hak konstitusional untuk menyuarakan aspirasi, namun banyak pihak-pihak yang berkepentingan menunggangi aksi demontrasi tersebut.

Selain itu, Refly juga menyampaikan bahwa aksi unjuk rasa yang menimbulkan kerumunan ini berpotensi menyebarnya virus Covid-19 dan seharusnya bisa diselesaikan dengan berdialog.

"Kerumunan ini potensial Covid-19. Ini yang sebenarnya harus bisa dinegosiasikan antara aparat kepolisian, panitia penyelenggara unjuk rasa dan pihak istana, karena toh sesungguhnya mereka mau berdialog dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi)," jelasnya.

Baca Juga: Bak Tupai Tertangkap, Satu Keluarga Batal Terbang Usai Ketahuan Pakai Surat Rapid Tes Palsu

Berdasarkan pengamatan, Refly merasa Presiden Jokowi sebagai kepala negara selalu memilih-milih untuk bertemu dengan rakyatnya.

"Jadi kelompok seperti ini tidak pernah dilayani oleh Presiden Jokowi, karena dianggap mereka oposisi terhadap Presiden Jokowi. Padahal kalau dibuka dialog, barangkali bisa terjadi rekonsiliasi untuk menjadi arah yang benar bagi pembangunan bangsa ini kedepan," jelasnya.

Sehingga jika selalu ada pembatas antara pemerintah dengan rakyatnya, Refly mengungkapkan bukannya di dengar aspirasi demonstrasi tapi malah mendapat pentungan dari petugas keamanan.

"Bahkan juga ada persepektif atau persepsi yang seolah-olah menyebutkan yang namanya demonstrasi itu sendiri adalah kejahatan, pelanggaran, aneh. Padahal ini adalah hak konstitusional," ujar Refly.

Pada akhirnya aparat kepolisian pun memukul mundur massa aksi pada aksi 1812 yang bertujuan membela penangkapan Rizieq Shihab.

 ***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x