15 Hari Masa Larangan Ekspor Minyak Sawit, Instruksi Presiden Tidak Dihiraukan

- 12 Mei 2022, 15:38 WIB
larangan ekspor minyak sawit menyebabkan terjadinya penumpukan biji-biji sawit di kebun-kebun petani.
larangan ekspor minyak sawit menyebabkan terjadinya penumpukan biji-biji sawit di kebun-kebun petani. /

SABACIREBON-Tidak ada tanda-tanda harga minyak goreng akan turun.Harganya tetap tinggi, dikisaran Rp 48.000-Rp 52.000 untuk minyak goreng kemasan 2 liter.

Sedangkan harga minyak goreng curah di beberapa pasar tradisional di jual dikisaran  Rp 22.000-Rp 23.000 untuk setiap liternya.

Masih tingginya harga minyak goreng tentu tetap membebani masyarakat dan memperlemah daya belinya.

Demi mengatasi beban tersebut, Bulog  minggu kemaren melakukan operasi pasar dengan menjual minyak goreng di harga Rp 14.000/lt.

Baca Juga: Info Loker Mei 2022, PT Sucofindo sedang Buka Lowongan Kerja untuk Sejumlah Formasi, Ini Link Daftarnya

Berarti dalam operasi pasar itu, Bulog memberikan subsidi dengan membantu masyarakat menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000/lt. Sementara Bulog sendiri, pasti membeli minyak goreng dari produsennya jauh melebihi harga jual dalam operasi pasar ini.

Penguasa vs Pengusaha

Harga minyak goreng yang tinggi, tentu tidak sesuai dengan kehendak pemerintah.

Pemerintah menginginkan harga minyak goreng kembali ke awal, yakni Rp 14.000/lt, bukan liar di kisaran Rp 25.000/lt.

Keinginan untuk mendapatkan harga minyak goreng di harga Rp 14.000/lt diikuti dengan kebijakan pemerintah untuk membanjiri pasar dengan minyak goreng. Caranya? Melarang produsen melakukan ekspor minyak goreng.

Baca Juga: Dua Tahun Pademi Covid-19, Pemkab Majalengka Gelontorkan Dana 1, 8 T

Harga minyak goreng yang tinggi di dalam negeri, bukan karena stok minyak goreng yang berkurang. Indonesia adalah produsen utama minyak goreng nabati asal sawit.

Kebutuhan dalam dan untuk keperluan bahan baku biodiesel hanya sekitar 18.5 juta ton. Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) produksi minyak kelapa sawit 48 jt ton. Ada yang menyebutkan 51 juta ton.

Jadi kebutuhan konsumsi dalam negeri ditutupi oleh produksi dari industri sawit nasional. Lalu kenapa harga sawit dalam negeri naik?

Banyak yang menilai karena harga internasional sedang tinggi-tingginya dan permintaan pasar internasional sangat banyak, terutama dari India.

Pelarangan ekspor itu mencakup ekspor bahan baku minyak goreng (CPO), minyak goreng dan turunannya. Ekspor akan dicabut sampai harga minyak goreng didalam negeri Rp 14.000.

Baca Juga: Tembus 3.724.864 Penonton, Maaf Film KKN di Desa Penari Kalahkan Film Doctor Strange dari Marvel

Larangan itu mulai diberlakukan Kamis dinihari  28 April 2022. Presidren meminta Bea Cukai dan Kepolisian mengawasi lalu lintas minyak goreng dan mencegah bakal munculnya penyelundupan minyak goreng.

Sudah lama

Saat ini, masa berlaku pelarangan ekspor  itu sudah memasuki hari ke 15. Tapi harga minyak goreng masih tetap tinggi. 

Timbul pertanyaan, apakah produsen betul-betul tidak bisa melakukan ekspor dalam 15 hari ini? Atau produsen mengurangi produksi minyaknya sesuai kebutuhan konsumsi pasar dalam negeri. Lalu kalau tidak memproduksi maksimal, bagaimana dengan persedian bahan baku yang banyak berasal dari kebun-kebun sawit industri dan kebun rakyat.

Baca Juga: Jordi Amat dan Sandy Walsh Akan Tiba di Jakarta, Ketua PSSI: Proses Naturalisasi Dikebut

Pelarangan ini memang berbuntut kepada jatuhnya haga tandan buah sawit saat ini. Tapi yang sangat terang terbaca, betapa kuatnya hegemoni kekuasaan pengusaha industri minyak goreng.

Dengan pelarangan ini,  pemerintah menyadari bakal mendapatkan devisa yang berkurang atas ekspor sawit. Itu dikorbankan pemerintah demi melindungi masyarakat untuk mendapatkan harga minyak goreng yang murah. Ini drama yang  faktual atas kekuatan dan kekuasaan.***

 

 

 

Editor: Aria Zetra

Sumber: Reportase


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x