UU Ciptaker Dinilai Permudah TKA di Indonesia, Mardani Ali Sera: Mestinya Dahulukan Warga Sendiri

- 8 Oktober 2020, 09:20 WIB
Ilustrasi Omnibus Law.*
Ilustrasi Omnibus Law.* /Pikiran-rakyat.com

PR CIREBON - Salah satu poin yang kontroversial dari UU Cipta Kerja adalah aturan mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA). Dalam UU Cipta Kerja (Ciptaker) pasal yang mengatur tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) terdapat pada pasal 81 poin 4 sampai 11.
 
Aturan tersebut mengubah dan menghapus sejumlah aturan tentang pekerja asing dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
 
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menilai, UU Cipta Kerja soal tenaga kerja asing (TKA) telah mengkhianati cita-cita bangsa dalam memajukan kesejahteraan umum.
 
 
Mardani menilai, aturan tersebut lebih memudahkan tenaga kerja asing untuk bekerja daripada rakyatnya sendiri. 
 
"Mestinya dahulukan warga sendiri. Dengan pendidikan yang benar dan strategi pelatihan dan link and match," kata Mardani dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Rabu, 7 Oktober 2020.
 
Menurutnya, jika diberikan kesempatan yang luas, generasi Indonesia mendatang akan mampu untuk bersaing di dunia kerja dan bahkan tak akan kalah dengan tenaga kerja asing. Ditambah pula dengan bonus demografi di masa mendatang, maka Indonesia tidak akan kekurangan SDM yang berkualitas.
 
 
"Plus intelejen pasar yang dilakukan negara kita dapat menyiapkan generasi anak muda yang terampil dan siap bersaing. Apalagi kita menjelang bonus demografi," ucapnya.
 
Dalam UU Ciptaker pemerintah menghapuskan kewajiban izin tertulis bagi pengusaha yang ingin mempekerjakan TKA. Ini tertuang dalam Pasal 81 poin 4 UU Ciptaker.
 
Sebelumnya, kewajiban ini tertuang pada Pasal 42 poin 1 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
 
 
 
Sebagai gantinya, pengusaha hanya diwajibkan memiliki rencana penggunaan TKA. Ini tertuang dalam Pasal 42 UU Ciptaker yang berubah bunyinya menjadi, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.
 
Tak hanya itu, pemerintah memperluas pengecualian kewajiban rencana penggunaan TKA melalui Pasal 81 poin 4 UU Ciptaker. 
 
Sebelumnya, pada pasal 42 poin 3 UU Ketenagakerjaan, kewajiban memiliki izin mempekerjakan TKA tidak berlaku hanya bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
 
 
Namun, pemerintah melonggarkan pengecualian itu dengan mengubah pasal 42 poin 3 UU Ciptaker dengan menambah pengecualian kewajiban rencana penggunaan TKA menjadi tiga pihak.
 
Pertama, direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kedua, pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing.
 
Ketiga, TKA yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up), kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
 
 
Pemerintah juga mengganti bunyi pasal 42 poin UU Ketenagakerjaan yang mengatur batasan waktu kerja TKA di Indonesia. Pasal itu menyatakan TKA yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
 
Namun, pengaturan itu tidak ditemukan pada UU Ciptaker. Pasal 42 poin 6 UU Ciptaker menyatakan jika ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
 
Selanjutnya, Pasal 81 poin 5 UU Ciptaker menghapus ketentuan dalam Pasal 43 UU Ketenagakerjaan yang berisi tentang cakupan rencana penggunaan TKA. 
 
 
Padahal, dalam Pasal 43 UU Ketenagakerjaan menyebutkan cakupan rencana penggunaan TKA cukup rinci, meliputi, alasan penggunaan TKA, jabatan dan kedudukan TKA, jangka waktu penggunaan TKA, dan penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA.
 
Kemudian, Pasal 81 poin 6 UU Ciptaker menghapus ketentuan dalam Pasal 44 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan jika pemberi kerja TKA wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
 
Selain itu, pemerintah juga tidak mewajibkan tenaga pendamping TKA dari pekerja WNI maupun melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi pekerja WNI. Pengecualian itu berlaku untuk TKA yang menduduki jabatan tertentu, bagaimana bunyi Pasal 45 UU Ciptaker.
 
 
Tak hanya itu, pemerintah juga mempersempit cakupan jabatan yang dilarang diduduki oleh TKA. 
 
Sebelumnya, hal itu diatur dalam Pasal 46 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi jika TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan jabatan-jabatan tertentu yang diatur dengan keputusan menteri.
 
Namun, pemerintah menghapus pasal tersebut melalui pasal 81 poin 8 UU Ciptaker. Pemerintah hanya melarang TKA menduduki jabatan yang mengurusi personalia.
 
 
Terakhir, ketentuan mengenai penggunaan TKA serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping kini tak lagi menjadi wewenang presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres).
 
Ketentuan ini sebelumnya tercantum dalam Pasal 49 UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 49 UU Ciptaker hanya disebutkan jika ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan TKA diatur dengan PP.
 
Poin poin perubahan dari UU Ketenagakerjaan menjadi UU Cipta Kerja tersebutlah yang dianggap lebih memudahkan TKA untuk masuk ke Indonesia. 
 
Mardani Ali Sera cemas, jika lebih memberi kesempatan pada tenaga kerja asing, maka bagaimana nasib tenaga kerja Indonesia sendiri yang angka penganggurannya semakin bertambah dari tahun ke tahun. ***

Editor: Nur Annisa

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x