Tak Hanya Mahasiswa dan Buruh, Guru Besar Perguruan Tinggi Ramai Tolak UU Cipta Kerja

- 8 Oktober 2020, 08:41 WIB
Ilustrasi demonstransi kaum buruh terkait UU Cipta Kerja.*
Ilustrasi demonstransi kaum buruh terkait UU Cipta Kerja.* /Instagram/@konfederasikasbi_

PR CIREBON - Aksi demo penolakan UU Cipta Kerja tak hanya datang dari kalangan mahasiswa dan buruh.
 
Sejumlah guru besar, dekan dan akademisi dari 67 perguruan tinggi di Tanah Air menyatakan keberatan dengan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker). Akademisi menilai pengesahan UU Ciptaker oleh DPR terburu-buru.
 
"Mengapa UU Ciptaker yang prosedur dan materinya, yang muatannya banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan? Bahkan, menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri yang terhormat," ujar perwakilan dari akademisi, Prof Susi Dwi Harijanti, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta ekonomi pada Rabu, 7 Oktober 2020.
 
 
Susi menjelaskan pengesahan UU Ciptaker pada 5 Oktober lalu dilakukan pada tengah malam. Padahal, biasanya pekerjaan politik yang dilakukan tengah malam seringkali berdekatan dengan penyimpangan.
 
"Biasanya DPR dan pemerintah lamban dalam membuat UU, bahkan UU yang jelas-jelas dibutuhkan oleh rakyat malah ditunda pembahasannya," tuturnya.
 
Dia juga mengatakan bahwa sejak masih berbentuk draft, UU tersebut sudah banyak menuai kritik. Namun para pejabat berwenang seperti tak menghiraukan. Padahal berdasarkan UU, partisipasi publik wajib dilibatkan dalam penyusunan aturan.
 
 
"Lalu dianggap apa partisipasi publik. Apakah tidak ingin mendengarkan suara kami, sebagai pemegang kedaulatan? Jadi untuk siapa sebenarnya UU ini, jika rakyat tidak didengar,"ucapnya.
 
Pakar hukum tata negara itu menjelaskan UU Ciptaker bahkan melanggar nilai konstitusi UUD 1945.
 
Contohnya, pada Pasal 18 ayat lima UUD 1945, yang mana pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, namun ternyata pada UU tersebut justru menarik kewenangan ke pusat.
 
 
"Peran Pemda dikerdilkan dan membuat Jakarta terlalu kuat. Begitu juga dengan hak buruh yang seakan diambil alih dengan menyerahkannya pada peraturan perusahaan," ujarnya.
 
Susi menambahkan, bagaimana relasi antara buruh dan perusahaan dapat berjalan adil, jika buruh diwajibkan mematuhi peraturan yang dibentuk perusahaan.***
 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x