Adanya aktivitas vulkanis yang tidak hanya berasal dari satu sumber menyebabkan Gunung Anak Krakatau tumbuh signifikan dan arah letusannya pun cenderung menuju barat daya.
“Sejalan dengan arah robekan Jawa-Sumatera, pulau-pulau di sekitar Gunung Anak Krakatau juga menunjukkan jejak letusan ke arah barat daya,” ujar Dosen Teknik Geologi itu.
Baca Juga: Kantongi Izin Edar dari Kemenkes, Lima Ventilator Karya Anak Bangsa Siap Diproduksi
Krakatau pada abad ke-21 dapat dipelajari melalui data resident time atau akumulasi waktu pembentukan terhadap volume kumulatif lava.
Untuk menganalisis penyebab letusan Gunung Anak Krakatau pada 2018 dilakukan dua pendekatan, yaitu analisis petrografi dan distribusi ukuran kristal lava.
Jika digunakan analisis petrografi, maka pada 2012, 2014, dan 2017 masih memiliki komposisi fasa (senyawa kimia penyusun lava) yang relatif mirip. Sedangkan analisis distribusi ukuran kristal lava menunjukkan bahwa pada tahun 2017 terjadi resident time yang lebih lama.
Baca Juga: Trump Jilat Ludah Sendiri, dari Promosikan hingga Larang Pasien Corona Konsumsi Hidroksiklorokuin
Hal tersebut menyebabkan kekentalan lava meningkat yang berakibat pada kenaikan tekanan dan terjadilah letusan.
Dr. Mirzam menambahkan, sejauh ini tsunami 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau diperkirakan dapat terjadi oleh empat mekanisme yaitu letusan gunung api di bawah air (volcanogenic tsunami), longsoran (air masuk ke daratan), gunung api meletus membentuk kaldera (gunung api muncul di permukaan), dan aliran piroklastik (tsunami pada bagian depan gunung dengan kecepatan gelombang 150-250 km/jam).
Baca Juga: Iklan Surat Kabar Tennessee Sebut 'Islam' akan Meledakkan Bom Nuklir di Nashville