Terkait Dugaan Adanya Suap, KPK Amankan Sejumlah Barang Bukti dari Hasil Penggeledahan Kantor Bappeda Jabar

- 21 Maret 2021, 15:00 WIB
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkap hasil pengeledahan KPK di kantor Bappeda Jabar terkait kasus dugaan suap bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Barat kepada Pemkab Indramayu, ditemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik.*
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkap hasil pengeledahan KPK di kantor Bappeda Jabar terkait kasus dugaan suap bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Barat kepada Pemkab Indramayu, ditemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik.* /ANTARA/HO-Humas KPK

PR CIREBON — Pengembangan kasus dugaan suap terkait bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Barat kepada Pemkab Indramayu, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Bappeda Provinsi Jabar, di Kota Bandung, Jumat 19 Maret 2021.

Sebelumnya diketahui, pada Kamis 18 Maret 2021, tim penyidik KPK telah menggeledah rumah pihak yang terkait dengan kasus tersebut di Kabupaten Cianjur.

Dari penggeledahan yang dilakukan KPK tersebut ditemukan sejumlah dokumen yang terkait dengan kasus.

Baca Juga: Terungkap Alasan Krisdayanti Tak Hadir di Momen Siraman Aurel Hermansyah: Saya Minta Maaf Sekali

Adapun tim anti rasuah ini melakukan penggeledahan dalam rangka penyidikan kasus dugaan suap terkait bantuan keuangan dari Provinsi Jabar kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2017-2019.

"Di lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai barang bukti di antaranya dokumen dan barang elektronik yang terkait perkara," beber Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Proses lebih lanjut, pihak KPK mengatakan, bukti-bukti tersebut akan divalidasi dan dianalisa untuk diajukan penyitaan sebagai bagian dalam berkas perkara penyidikan.

Baca Juga: Yan Harahap Beri Sindiran Menohok untuk Marzuki Alie: Cap Anda sebagai Pengkhianat Akan Melekat Selamanya

Sebagaimana kebijakan Pimpinan KPK untuk pengumuman tersangka akan dilakukan saat penangkapan dan atau penahanan telah dilakukan terhadap para tersangka.

Maka dari itu, pihak KPK saat ini belum dapat menyampaikan kronologi kasus dan tersangka-nya sebagaimana kebijakan Pimpinan KPK tersebut.

"Namun demikian, KPK memastikan akan terus menyampaikan perkembangan informasi terkait penanganan perkara ini dan tentu partisipasi masyarakat sangat diharapkan untuk turut pula mengawal setiap prosesnya," terang Ali Fikri.

Baca Juga: Menjadi Desainer 22 Produk Lokal, Ridwan Kamil: Semoga Bisa Bermanfaat untuk UMKM Tanah Air

Kasus dugaan suap terkait bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Barat kepada Pemkab Indramayu, merupakan salah satu dari banyak kasus yang diawali dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

OTT di Indramayu dilakukan KPK pada tanggal 15 Oktober 2019 lalu, hasilnya menetapkan empat orang sebagai tersangka.

Adapun keempat tersangka yang ditetapkan setelah kegiatan operasi tangkap tangan itu, terdiri dari Bupati Indramayu Supendi (SP), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Omarsyah (OMS).

Baca Juga: Irwan Fecho Nilai Sosok Marzuki Alie, Sebut akan Selalu Dikenal sebagai Pengkhianat Partai Demokrat

Kemudian, Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Wempy Triyono (WT), dan Carsa AS (CAS) dari unsur swasta.

Empat orang tersebut telah divonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selanjutnya, masih terkait pengembangan kasus tersebut, KPK pada 16 November 2020 menetapkan Anggota DPRD Jabar periode 2014-2019 dan 2019-2024 Abdul Rozaq Muslim (ARM) sebagai tersangka.

Baca Juga: Terpisah dengan Sang Suami Saat Ulang Tahun Pernikahan, Krisdayanti Ungkap Hadiahnya untuk Raul Lemos

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Nurul Gufron mengingatkan seluruh kepala daerah, terutama yang baru dilantik, agar tidak terjebak korupsi akibat ingin "balas budi" pada penyandang dana kampanye, ataupun hal lainnya.

"Kami memahami dana untuk pilkada itu besar. Sementara tidak semua kepala daerah itu punya dana. Tapi kalau ada niat untuk balas budi pada penyandang dana menggunakan kewenangan yang dimiliki, bisa terjebak korupsi," katanya di Padang, Kamis 18 Maret 2021.

Menurutnya, KPK memiliki data, untuk biaya pilkada pasangan calon kepala daerah butuh minimal 30-50 miliar. Sebanyak 84 persen dana itu dibiayai pihak ketiga.

Baca Juga: Serangan Anti-Asia Meningkat, Studi Baru Tunjukkan Cuitan Donald Trump Berpengaruh pada Sentimen Rasisme

Dana besar yang harus dikeluarkan itu tidak mungkin kembali dengan mengandalkan pendapatan sebagai kepala daerah sehingga terbuka potensi penyalahgunaan wewenang untuk "balas budi".

Penyalahgunaan kewenangan itu di antaranya terkait perizinan dan pengadaan barang dan jasa.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x