Indonesia Peringkat 7 Utang Luar Negeri Terbesar, Bamsoet: Menkeu Harus Aktif Jelaskan Pemanfaatan

23 Oktober 2020, 06:15 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta DTKS Kemensos dievaluasi dan diperbaiki /

PR CIREBON - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), meminta Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan agar semakin aktif menjelaskan perihal pengelolaan dan pemanfaatan utang luar negeri kepada masyarakat Indonesia.

Penjelasan yang komprehensif sangat diperlukan guna menghindari kesalahan dalam memahami alasan maupun urgensi negara harus berutang.

"Kita semua berharap dan terus mengingatkan menteri keuangan untuk tetap berhati-hati dan bijaksana dalam mengelola utang luar negeri,” tutur Bamsoet, di Jakarta, Kamis 22 Oktober 2020, diktuip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Baca Juga: Depok Diprioritaskan Terima Vaksin Covid-19, Ridwan Kamil: Titik Simulasi Penyuntikan Sudah Ada

Lanjutnya, Indonesia sudah puluhan tahun berstatus sebagai debitur pada sejumlah lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, IMF, atau Bank Pembangunan Asia.

“Indonesia sudah memiliki pengalaman yang mumpuni dalam mengelola utang luar negeri, tetapi tetap harus diperlukan kehati-hatian dan transparansi," ujarnya.

Sebagaimana diberitakan Warta Ekonomi dengan judul ‘Bamsoet: Menkeu Harus Aktif Jelaskan Pemanfaatan Utang Luar Negeri Indonesia’,  Ketua DPR RI ke-20 ini menuturkan, belum lama ini Bank Dunia merilis International Debt Statistics (IDS).

IDS dari Bank Dunia itu menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi tujuh dari daftar 10 negara berpendapatan kecil-menengah dengan utang luar negeri terbesar.

Baca Juga: ShopeePay Perkuat Keamanan Akun Pengguna, Hadirkan Fitur Rekognisi Wajah dan Sidik Jari

Per tahun 2019, utang luar negeri Indonesia tercatat 402,08 miliar dolar AS, akumulasi dari utang luar negeri pemerintah, BUMN, dan swasta.

Menurutnya, membiayai pembangunan bangsa dengan utang bukan aib karena pendekatan yang sama juga dilakukan banyak negara, termasuk negara-negara kaya.

“Eropa yang hancur akibat perang dunia II kembali dibangun dengan hibah dan utang. Korea Selatan dan Jepang juga membiayai pembangunan infrastruktur dengan utang," ucapnya.

Ia menambahkan, dapat dipahami jika Indonesia membutuhkan utang luar negeri untuk membiayai kebutuhan belanja yang mendesak. Seperti penyediaan fasilitas kesehatan, kebutuhan ragam infrastruktur, hingga aspek ketahanan pangan.

Baca Juga: Polri Geram Adu Domba Provokator Omnibus Law, Yusri: Kita Buru Aktor Intelektual Unjuk Rasa Pelajar

"Dengan utang luar negeri, menteri keuangan mengklaim telah membiayai sejumlah proyek strategis seperti pelabuhan, penyediaan air bersih, sarana listrik, membiayai sektor pendidikan dan kesehatan, hingga membangun bendungan, jalan, rel kereta api serta pemukiman," kata Bamsoet.

Akan tetapi, Bamsoet pun tetap mengingatkan pemerintah, dalam hal ini menteri keuangan untuk mengelola utang dengan bijaksana agar rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) terus ideal.

Masyarakat juga didorong agar tidak terpaku pada jumlah atau angka-angka utang luar negeri. Jauh lebih penting bagi masyarakat adalah menyoal atau mempertanyakan pemanfaatan utang luar negeri itu sendiri.

"Semua elemen masyarakat harus mengawal penggunaan utang luar negeri Indonesia. Tak salah jika masyarakat menyoal atau mempertanyakan pemanfaatan utang sebagaimana yang telah diklaim menteri keuangan," pungkas Bamsoet.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler