Moeldoko dan Ganjar Pranowo Banjir Protes, Dokter: Kerja Keras Membangun Trust, Runtuh Sekejap

4 Oktober 2020, 14:35 WIB
KSP Moeldoko /Warta Ekonomi

PR CIREBON – Pernyataan yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, membuat kontroversi di kalangan para dokter. Pernyataan itu disampaikan Moeldoko saat menemui Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo di Semarang pada Kamis, 1 Oktober.

Pada kesempatan tersebut, Moeldoko menyebut bahwa sebenarnya ada beberapa orang yang dinyatakan negatif Covid-19, tetapi divonis sebaliknya. Menurut Moeldoko, ia bahwa pernah mendengar ada orang yang meninggal karena kecelakaan namun divonis positif Covid-19.

"Jangan semua kematian definisinya mati karena Covid. Ini perlu diluruskan," tegas Moeldoko.

Baca Juga: Tuding Najwa Shihab Gaduh dan Sudutkan Pemerintah, Dewi Tanjung: Nyari Rating Jangan Begitu Amat

Karena itulah, Moeldoko mengakui bahwa pemerintah akan membuat definisi ulang kematian akibat Covid-19. Selain itu, Ganjar juga mengamininya dan membenarkan bahwa kasus seperti itu pernah terjadi di wilayah yang dipimpinnya.

Dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi partner sindikasi konten Rakyat Merdeka, Ganjar mengatakan ada orang yang divonis positif Covid-19, padahal saat itu hasil tesnya belum keluar. Setelah meninggal, hasilnya ternyata menunjukkan negatif.

"Ini kan kasihan. Ini contoh-contoh agar kita bisa memperbaiki hal ini," tuturnya.

Baca Juga: Keberadaan KAMI Terus Tuai Polemik, Pengamat: Gatot Nurmantyo Punya Potensi Ambil Alih Peran Prabowo

Kini dokter harus memberikan catatan data kematian setiap ada pasien yang meninggal di RS. Data itu kemudian akan diverifikasi sebelum akhirnya ditentukan Covid-19 atau bukan. Minusnya, penerapan sistem itu akan menimbulkan keterlambatan data angka kematian.

"Itu lebih baik daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," tegas Ganjar.

Akan tetapi, kalangan dokter tidak menerima tudingan Moeldoko dan Ganjar. Di media sosial, para dokter ramai-ramai menyampaikan protes.

Baca Juga: Cibiran Publik ke Mobil Dinas TNI Dipakai Warga Sipil, Netizen : Bisa Beli Nasi Uduk, Pinjam Dong

"Tudingan bahwa RS meng-covid-kan pasien untuk mendapatkan anggaran ini berbahaya, apalagi diucapkan oleh pejabat negara," protes dokter spesialis jantung, dr. Berliana Idris, lewat akun Twitter @berlianidris pada Sabtu, 3 Oktober 2020.

Padahal, sebelum pernyataan itu keluar saja, sudah banyak tenaga kesehatan yang terkena serangan masyarakat yang berburuk sangka. Apalagi, lanjutnya, setelah adanya pernyataan itu.

"Saya sendiri pernah diserang secara verbal, dituduh meng-covid-covid-kan pasien," ungkapnya.

Baca Juga: Keberadaan KAMI Terus Tuai Polemik, Pengamat: Gatot Nurmantyo Punya Potensi Ambil Alih Peran Prabowo

Protes juga dilayangkan dokter yang juga akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto. Dia menilai pernyataan Moeldoko dan Ganjar membuat runtuhnya kepercayaan masyarakat kepada pelayanan kesehatan. Padahal, kepercayaan adalah harga paling mahal bagi seorang dokter.

"Kerja keras membangun trust, runtuh sekejap. Sadarkah Pak?" cuit @tonangardyanto.

Selain itu, dr. Andi Khomeini Takdir melalui akun Twitternya, @dr_koko28 juga menyayangkan omongan Moeldoko tersebut. Menurut dia, buat apa RS memvonis corona pasien yang tidak positif.

"Meng-covid-kan pasien? Apa untungnya? Bagaimana caranya? Ckckck" cuitnya, pada Sabtu, 3 Oktober 2020.

Dokter spesialis anestesi, Nirwan Satria ikut menyampaikan kekecewaan. Dia berpendapat, dengan melempar tuduhan itu Moeldoko dan Ganjar menebar kebencian dan memprovokasi masyarakat agar membenci rumah sakit, tenaga medis, dan nakes dalam kondisi pandemi ini.

Baca Juga: Cibiran Publik ke Mobil Dinas TNI Dipakai Warga Sipil, Netizen : Bisa Beli Nasi Uduk, Pinjam Dong

"Kalau ada agenda, jalankan saja agendanya tanpa mesti provokasi," tegasnya.

Tak cuma di dunia maya, di dunia nyata pun dokter-dokter lain ikut bicara. Dokter spesialis paru di RS Persahabatan, Erlina Burhan, adalah salah satu yang membantah tudingan Moeldoko dan Ganjar.

"Dokter tidak akan menulis diagnosis Covid-19 kalau tidak ada bukti, buat apa dokter meng-covid-kan pasien?" tanyanya.

Baca Juga: Kawal Omnibus Law Cipta Kerja dengan Tripartit, DPD RI Komitmen Memajukan Daerah

Menurut Erlina, selama ini banyak masyarakat tidak memahami bahwa gejala yang ditimbulkan Covid-19 berbeda-beda, sesuai organ tubuh yang diserang. Virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok ini bisa menyerang organ tubuh selain saluran pernapasan.

Misalnya, saluran pencernaan, organ jantung, pembuluh darah, pankreas, dan bahkan otak. Ia mengatakan bahwa kurangnya pemahaman masyarakat membuat mereka menuduh para dokter asal diagnosis.

"Kadang-kadang pasien datang dengan gejala stroke dan positif Covid-19, lalu keluarga marah-marah ke dokter karena merasa yang dialaminya gejala stroke, padahal infeksi Covid-19 juga," jelas Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia Jakarta itu.

Baca Juga: Minum Obat Tidur hingga Aspirin, Donald Trump Jalani Perawatan Eksperimental Usai Positif Covid-19

Dia mengimbau masyarakat tidak berburuk sangka kepada para dokter yang memberi diagnosis Covid-19.

Bukan hanya kalangan dokter, protes juga datang dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Organisasi yang menaungi semua RS di Tanah Air ini menganggap pernyataan Moeldoko dan Ganjar tersebut menyakitkan.

"Mohon maaf, kami sudah lelah. Jika ada bukti dan terbukti, silakan oknum rumah sakit diberi sanksi saja. Mohon jangan sakiti tenaga kesehatan dan RS yang sudah melayani pasien dengan segala risiko," tulis Ketua Kompartemen Public Relations dan Marketing PERSI Anjari Umarjianto di akun Twitternya, @anjarisme pada Sabtu, 3 Oktober 2020.

Anjari prihatin dengan tudingan tersebut, karena, lanjutnya, yang dilakukan RS justru merupakan bentuk kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan penanganan pasien Covid-19 meninggal.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi Rakyat Merdeka

Tags

Terkini

Terpopuler