Kapolri Keluarkan Surat Edaran Terkait Penanganan Kasus UU ITE, Begini Poin-poinnya

23 Februari 2021, 06:20 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat edaran terkait penanganan kasus UU ITE.* /Dok. Humas Polri

PR CIREBON – Menindaklanjuti polemik UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: SE/2/11/2021.

Surat edaran soal UU ITE yang dikeluarkan Kapolri itu merupakan berisi Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Surat edaran Kapolri itu keluar setelah UU ITE sebelumnya dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

Baca Juga: Duta Besar Italia Tewas di Kongo, Tepat Saat Serangan di Kawasan Tiga Antena Nyrangongo

"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Kapolri melalui surat edaran tersebut, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Kapolri mengatakan, Polri selalu mengedepankan edukasi dan upaya persuasif, sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan.

Kapolri juga berharap melalui surat edaran itu, dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika dan produktif dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan.

Baca Juga: Resmi Nikahi Wendy Walters, Reza Arap Tulis Kalimat Manis nan Haru: Aku Sendiri Tidak Pernah Bisa Bayangkan

Berikut poin-poin yang ada dalam surat edaran tersebut:

a. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya,

b. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat,

Baca Juga: Jadi Bentrok Mematikan! Sumber Militer Sebut Serangan Houthi di Kota Marib Yaman Layaknya 'Mandi Darah'

c. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber,

d. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil,

e. Sejak penerimaan laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

Baca Juga: Hasil Survei LSI: Nama Prabowo Paling Unggul Jadi Calon Presiden, 70 Persen Warga Puas dengan Kinerja Jokowi

f. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,

g. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,

h. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), radikalisme, dan separatisme,

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Tahap 2 Bagi Lansia, Ini Link Pendaftaran untuk Daftar Online di 34 Wilayah Indonesia

i. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,

j. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaannya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan,

k. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.

Baca Juga: Gentle! Edhy Prabowo Nyatakan Sikap Tak Akan Lari dan Siap Dihukum Mati Jika Terbukti Bersalah Terima Suap

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus sebelumnya menyatakan, UU ITE perlu kembali ke niat awal yaitu memastikan transaksi elektronik aman untuk perlindungan hak konsumen.

"Filosofi dan tujuan dibuatnya UU ITE perlu dikembalikan pada niat awal pembentukannya, yaitu memastikan transaksi elektronik atau e-commerce berjalan dengan baik sehingga hak-hak konsumen bisa terlindungi," kata Guspardi dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Karena itulah, menurutnya, perlu ada kajian yang komprehensif dalam rangka melakukan revisi UU ITE.

Baca Juga: Boeing Company Desak 777 Jet Ditangguhkan Penerbangannya, Jepang Sudah Terapkan hingga AS Lakukan Inspeksi

Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya membuka membuka ruang aspirasi dan diskusi dari berbagai pakar dan elemen bangsa lainnya secara luas untuk mendapatkan masukan.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler