Iran Tuduh Prancis Menyulut Ekstremisme Setelah Macron Bela Penerbitan Kartun Menggambarkan Nabi

- 27 Oktober 2020, 09:02 WIB
Bendera Prancis: Iran tuduh Prancis menyulutkan ekstremisme setelah Presiden Prancis membela penerbitan kartu yang menggambarkan Nabi Muhammad./PIXABAY/RGY23
Bendera Prancis: Iran tuduh Prancis menyulutkan ekstremisme setelah Presiden Prancis membela penerbitan kartu yang menggambarkan Nabi Muhammad./PIXABAY/RGY23 /WARTA PONTIANAK/

PR CIREBON - Iran menuduh Prancis menyulut ekstremisme setelah Presiden Emmanuel Macron membela penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.

"Muslim adalah korban utama dari kultus kebencian yang diberdayakan oleh rezim kolonial dan diekspor oleh klien mereka sendiri," kata Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif dalam kicauan di Twitternya, Senin 26 Oktober 2020.

"Menghina 1,9 miliar Muslim dan kesucian mereka, karena kejahatan menjijikan dari ekstremis semacam itu adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara oportunistik. Itu hanya menyulut ekstremisme," katanya.

Baca Juga: Akibat Ujaran Kebencian Macron Terhadap Islam, Erdogan Serukan Turki untuk Boikot Produk Prancis

Ini mengikuti pernyataan yang dibuat Macron setelah seorang remaja Chechnya membunuh seorang guru Prancis pada 16 Oktober.

Macron mengatakan guru sejarah Samuel Paty dipenggal karena menunjukkan karikatur nabi kepada murid-muridnya, karena Islamis menginginkan masa depan kita, katanya.

Pada Minggu, Macron mengatakan dalam sebuah tweet.

Baca Juga: Polisi Persilahkan Pihak yang Tidak Setuju dengan Penahanan Gus Nur untuk Ajukan Praperadilan

"Kami tidak akan menyerah, selamanya. Kami tidak menerima pidato kebencian dan membela debat yang masuk akal," kata pemimpin Prancis itu.

Macron telah menyatakan perang terhadap separatisme Islam, yang katanya mengambil alih beberapa komunitas Muslim di Prancis.

Boikot barang-barang Prancis sedang berlangsung di supermarket di Qatar dan Kuwait.

Baca Juga: Cegah Klaster Baru Jelang Libur Panjang, Pemerintah akan Batasi Pengunjung di Setiap Tempat Wisata

Para pemimpin agama Iran belum memnyerukan boikot produk dari Prancis. Akan tetapi, beberapa pejabat dan politisi Iran telah mengutuk Macron karena Islamofobia,menurut media pemerintah Iran.

Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, mengatakan perilaku irasional Macron menunjukkan sikap kasarnya dalam politik.

Shamkhani mengunggah tweet komentar Macron yang menunjukkan kurangnya pengalaman dalam politik, jika tidak, dia tidak akan berani menghina Islam, ungkapnya.

Baca Juga: UU Ciptaker Jadi Solusi Hadapi Masalah Ekonomi saat Pandemi, DPR Sebut Bantu Sederhanakan Regulasi

Dia menasehati pemimpin Prancis untuk membaca lebih banyak sejarah, dan tidak bergantung pada dukungan dari Amerika yang merosot dan Israel yang memburuk.

Ketua parlemen Mohammad-Bagher Ghalibaf mengecam yang disebutnya permusuhan bodoh Prancis dengan Nabi Muhammad, dan mengatakan ucapannya, cahaya tidak bisa dipadamkan dengan tindakan buta, sia-sia, dan anti-manusia.

Ali Akbar Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kartun itu seharusnya tidak dicetak ulang menyusul kecaman global terhadap majalah satir Prancis, Charlie Hebdo.

Baca Juga: Mabes Polri Berikan Alasan Mengapa Rekonstruksi Kasus Kebakaran Kejagung Tak Digelar Terbuka

"Kita seharusnya melihat..majalah cabul yang menghina Nabi dicegah dicetak, tetapi penerapan standar ganda menyebabkan pemikiran sesat dan anti-agama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara," katanya dalam sebuah pernyataan.

Komentar Macron memicu protes di beberapa negara mayoritas Muslim, dengan orang-orang membakar foto Macron di Syria dan membakar bendera Prancis di Libya.***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x