19 Tahun Dibiarkan Tertutup, Efek Pandemi Buat Ibu di Jepang Berani Bersihkan Kamar Tak Berpenghuni

25 Juni 2020, 18:03 WIB
Murid-murid menaburkan bunga pada upacara peringatan 8 Juni untuk delapan anak yang terbunuh pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Ikeda di Ikeda, Prefektur Osaka.* /Asahi Shimbun/Jin Shinioka/

PR CIREBON - Efek pandemi Covid-19 membuat banyak orang lebih memilih menghabiskan waktu di dalam rumah, sehingga kebiasaan rajin membersihkan rumah akan semakin meningkat.

Ini pula yang terjadi pada seorang ibu bernama Tsukamoto (53) yang tinggal di Takarazuka, Prefaktur Hyogo yang akhirnya memberanikan diri membuka satu ruangan kosong yang tak tersentuh selama lebih dari 19 tahun yang lalu.

Padahal selama ini ia terlalu takut memasuki kamar itu karena berisi barang-barang peninggalan Kana, putri sulungnya yang merupakan salah satu dari delapan anak yang terbunuh 19 tahun lalu dalam serangan di Sekolah Dasar Ikeda di Ikeda, Prefektur Osaka.

Baca Juga: Situs Resmi DPR Tak Bisa Diakses, Akun Anonim Klaim Situs Diretas Demi Tunjukkan Penolakan RUU HIP

Namun rupanya, tahun ini menjadi tahun keberanian untuk Tsukamoto. Perlahan, dia mulai melakukan sesuatu yang sudah lama tidak mampu dia lakukan, yakni membersihkan barang-barang milik putrinya yang sudah meninggal.

Hanya saja, saat dia melihat sejumlah barang-barang seperti buku-buku, pakaian, gambar, dan mainan di kamar itu, kenangan tentang Kana yang berusia 7 tahun saat dulu membuat Tsukamoto terlibat emosi mendalam.

Seperti yang diberitakan Pikiran Rakyat, Tsukamoto juga menemukan bukti seekor kutu mati kecil dan kering ditemukan diapit di buku esai Kana, yang menandai lamanya waktu untuk kamar itu tidak dibersihkan sejak tragedi tahun 2001.

Baca Juga: Tuai Kontroversi hingga Kecaman Banyak Kalangan, DPR Konfirmasikan Komitmen Stop RUU HIP

Dalam detailnya, 8 Juni 2001 silam menjadi tragedi untuk Sekolah Dasar Ikeda karena serangan mendadak seorang pria asing yang datang sambil menggenggam pisau, lalu secara acak menebas dan menikam orang-orang.

Saat itu, tujuh anak perempuan kelas dua dan satu anak laki-laki kelas satu terbunuh. Sedangkan, 15 siswa dan guru terluka.

Selepas pembunuhan massal, Tsukamoto telah bekerja sebagai pengasuh, tetapi pusat penitipan anak tempatnya bekerja jadi lebih sedikit pelanggan karena penyebaran virus corona.

Baca Juga: Ketakutan Aceh Terima Pengungsi Rohingya di Tengah Pandemi, SUAKA: Kemanusiaan Harus Didahulukan

Sontak saja, dia mulai lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya. Untuk mengisi waktu luangnya, Tsukamoto membersihkan rumah orangtuanya hingga akhirnya memikirkan barang-barang putrinya.

Pada saat itu, benaknya hanya terpenuhi pikiran untuk membersihkan kamar tetapi selalu mengurungkan niatnya kembali. Namun semakin sering di rumah, Tsukamoto memutuskan untuk mulai membersihkan kamar dan barang-barang milik Kana.

Terlebih, selama ini dia tidak ingin orang lain menyentuh barang-barang Kana, sehingga dia memutuskan untuk membersihkannya sendiri.

Baca Juga: Sengaja Bakar Bersamaan Bendera PDIP dan PKI, Ganjar Pranowo: Kami Siap Ambil Langkah Hukum

Hasil pembersihan kamar itu, Tsukamoto membuang beberapa barang milik Kana untuk mengurangi kesedihannya. Hanya saja, beberapa piyama yang dikenakan Kana di pagi hari sebelum dia terbunuh, diputuskan untuk tetap disimpannya.

"Ini adalah proses langkah demi langkah. Aku akan mencoba lagi ketika aku memiliki keberanian untuk membuat keputusan," ungkap Tsukamoto seperti yang dikutip dari dari Asahi Shimbun.

Sementara itu, setiap tanggal 8 Juni pukul 10.10 pagi, Sekolah Dasar Ikeda selalu mengadakan upacara peringatan yang dihadiri seluruh murid yang akan terdengar denting lonceng sebagai tanda mengenang para korban.***(Abdul Muhaemin)

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler