PR CIREBON - Di seluruh Myanmar, penentang junta yang berkuasa pada hari Minggu 28 Maret 2021 berduka atas pembunuhan sedikitnya 114 orang oleh pasukan keamanan.
Dilansir Cirebon.Pikiran-rakyat.com dari Reuters, setidaknya ada 114 orang tewas di seluruh Myanmar dalam tindakan keras terhadap protes kudeta di negara tersebut.
Korban tewas termasuk 40 orang, salah satunya seorang gadis berusia 13 tahun, di kota kedua di Myanmar, Mandalay.
Media Myanmar Now mengabarkan, sedikitnya 27 orang tewas di pusat komersial Yangon.
Seorang anak berusia 13 tahun lainnya termasuk di antara yang tewas di wilayah Sagaing tengah.
Kematian tercatat dari wilayah Kachin di pegunungan utara hingga Taninthartharyi di ujung selatan Laut Andaman.
Hal ini menjadikan jumlah keseluruhan warga sipil yang dilaporkan tewas sejak kudeta menjadi lebih dari 440 jiwa.
Menurut laporan berita dan saksi mata, tindakan keras tersebut menuai banyak kritikan.
Penyelidik PBB mengatakan tentara keamanan Myanmar telah melakukan "pembunuhan massal".
Baca Juga: 3 Nutrisi yang Harus Dipenuhi Wanita Ketika Memasuki Usia 40 Tahun, Salah Satunya Zat Besi
“Kami memberi hormat kepada pahlawan kami yang mengorbankan nyawa selama revolusi ini dan Kami Harus Memenangkan revolusi ini,” kata salah satu kelompok protes utama, Komite Pemogokan Umum Nasional (GSCN) yang mempostingnya di Facebook.
Sabtu 27 Maret 2021 juga merupakan pertempuran terberat sejak kudeta antara tentara dan kelompok etnis bersenjata yang menguasai sebagian besar negara.
Jet militer telah menewaskan sedikitnya tiga orang dalam serangan di sebuah desa yang dikendalikan oleh kelompok bersenjata dari minoritas Karen.
Hal ini disampaikan sebuah kelompok masyarakat sipil pada Minggu 28 Maret 2021, setelah faksi Serikat Nasional Karen sebelumnya mengatakan telah menyerbu sebuah pos militer di dekat perbatasan Thailand.
Kejadian itu menewaskan 10 orang. Serangan udara tersebut membuat penduduk desa melarikan diri ke hutan.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk mengomentari pembunuhan atau pertempuran itu.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta, mengatakan dalam parade untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata bahwa militer akan melindungi rakyat dan memperjuangkan demokrasi.***