Merugi Rp 15 Triliun, Garuda Indonesia Ikut Jadi Maskapai Penerbangan Terhenti Akibat Pandemi

- 7 November 2020, 18:19 WIB
Garuda Indonesia
Garuda Indonesia /Twitter/@IndonesiaGaruda

PR CIREBON- Sektor transportasi penerbangan, menjadi salah satu sektor yang ikut terdampak akibat wabah pandemi Covid-19 di Indonesia.

Adanya pembatasan sosial, hingga perintah untuk tidak melakukan aktivitas di luar ruangan dan tidak bepergian ke luar kota di masa pandemi, jelas membuat seluruh maskapai penerbangan terhenti sementara.

Salah satu maskapai penerbangan milik pemerintah yakni PT Garuda Indonesia dikabarkan mengalami kerugian lebih dari Rp15 triliun, akibat imbas dari pandemi Covid-19.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia, Fuad Rizal menjelaskan, masalah itu disebabkan anjloknya pendapatan dari penerbangan berjadwal. Padahal, itu menjadi sumber utama pendapatan perseroan.

Baca Juga: Bukan Hanya Trump, Anak dan Adiknya Pun Siap Perang Total Lawan Dugaan Kecurangan Pilpres AS

Selain itu, imbas pandemi yang belum reda, juga membuat operasional perseroan dari sisi produksi available seat kilometer atau ASK mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.

"Karena adanya kebijakan pembatasan pergerakan di sejumlah wilayah domestik serta pemberlakuan kebijakan karantina di beberapa negara yang menyebabkan perseroan harus melakukan penyesuaian produksi," ujarnya dikutip dari keterbukaan informasi di BEI, Sabtu 7 November 2020.

Secara total pendapatan emiten bersandi GIAA iu mencapai US$1,13 miliar per September 2020 atau Rp16.98 triliun, turun dari US$3.54 miliar (Rp 50,3 triliun) pada kuartal sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Tanggapi Kampanye Calon Wali Kota Gunakan Mobil Mewah, Hasto: Merendahkan Martabat Warga Surabaya

Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal pada kuartal III/2020 sendiri tercatat sebesar US$917.28 juta atau Rp13.69 triliun.

Angka tersebut jauh di bawah perolehan kuartal sama 2019 yang sebesar a Rp 39,6 triliun. Sementara penerimaan perusahaan dari sektor penerbangan tidak berjadwal hanya mampu menyentuh Rp 666,9 miliar, anjlok dibandingkan Raihan kuartal III/2019 senilai Rp 3,55 triliun.

Namun, menurut Fuad, seiring dengan pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru (AKB) tingkat produksi perseroan berangsur-angsur mengalami peningkatan meskipun belum kembali pada titik kondisi normal.

Baca Juga: Mengejutkan, Capres AS Joe Biden Mengutip Hadis Nabi Dalam Pidatonya, Berikut Tanggapan Netizen

Sebagaimana tahun sebelumnya pada masa pandemi ini perseroan mengupayakan peningkatan pendapatan dari segmen kargo juga didukung dengan peluncuran layanan Kirim Aja pada awal Juni 2020.

"Guna mengkompensasi penurunan pendapatan dari penumpang, perseroan mengoptimalkan penerbangan charter untuk mengangkut kargo selama masa pandemi sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga terdapat peningkatan pendapatan dari charter," imbuhnya.

Meski pendapatan menurun, beban usaha Garuda Indonesia berhasil diturunkan dari Rp 46,6 triliun menjadi Rp 31,8 triliun, atau sekitar 31.7 persen. Hal serupa juga terjadi pada beban operasional penerbangan yang tercatat turun 32.64 persen dari  Rp 27,4 triliun menjadi Rp18,4 triliun.

Baca Juga: Kenali Kamala Harris Pasangan Joe Biden, Ternyata Mantan Jaksa Agung Perempuan Pertama di AS

Dengan demikian rugi periode berjalan Garuda Indonesia adalah US$1.09 miliar atau sekira Rp 15,4 triliun.

Selanjutnya utang per akhir September maskapai pelat merah tersebut tercatat memiliki sebesar Rp 147 triliun, meroket 177.74 persen dibandingkan catatan kuartal III 2019 yang masih di posisi Rp 53 triliun. Ini terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai Rp 80 triliun dan jangka pendek senilai Rp 66,6 triliun.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah