Megawati Pertanyakan Sumbangsih Generasi Milenial, Refly Harun Pertanyakan Regenerasi Politik

- 3 November 2020, 09:30 WIB
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.*
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.* /Instagram.com/ @megawatisoekarnoputri_/

PR CIREBON - Menanggapi komentar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri terkait generasi milenial, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, mengatakan perlunya melihat persoalan dari dua perspektif.

"Perspektif orang tua dari Megawati Soekarnoputri yang sudah berusia 73 tahun, termasuk politisi yang senior. Juga seperti SBY yang berusia 71 tahun lalu ada juga politisi senior seperti Surya Paloh yang jelas sudah senior, Hendropriyono dan lain sebagainya. Dalam perspektif orang tua ini, selalu anak muda dianggap terlambat, dianggap kurang bertanggung jawab, dan lain sebagainya," kata Refly Harun Senin 2 November 2020.

Akan tetapi ada satu aspek yang dikatakan Refly ingin digarisbawahi, yaitu soal perlambatan regenerasi, baik regenerasi dunia bisnis mungkin ekonomi maupun regenerasi di dunia politik.

Baca Juga: Curi Ikan di Indonesia Dua Kapal Malaysia Ditangkap, Pelakunya Akan Dihukum Sesuai Undang-undang

"Kita lihat misalnya di dunia politik. Ada paradoks yang luar biasa, sebagai contoh misalnya, katakanlah Partai Demokrat, ketua SBY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, dan digantikan oleh Anas Urbaningrum, terlepas SBY merestui atau tidak. Tiba-tiba setelah Anas Urbaningrum terkena KPK, SBY mengambil alih Partai Demokrat lagi sebagai ketua umum, padahal kita tahu SBY sudah dua kali menjadi Presiden Republik Indonesia. Rupanya itu masa transisi yang disiapkan SBY untuk menyiapkan AHY, yang tidak lain adalah anak kandungnya untuk menjadi ketua umum partai politik. Regenerasi sudah terjadi tetapi sempat mengalami perlambatan," ujarnya.

Menurut Refly setelah Anas Urbaningrum dicabut posisinya sebagai ketua umum, maka seharusnya muncul generasi-generasi lainnya yang mungkin setara dengan atau lebih muda. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon-com dari akun Youtube Refly Harun.

"Memang lompatnya jauh sekali karena soalnya Anas Urbaningrum kelahiran '69 dan SBY kelahiran '49, jadi beda 20 tahun generasinya," ucapnya.

Baca Juga: Buntut Pengeroyokan Anggota TNI oleh Pengendara Moge, DPR RI Desak Polisi Cabut Izin Pengemudinya

Dia mengungkapkan kalau itu terlalu lompat, tetapi intinya ada perlambatan generasi di tubuh Partai Demokrat.

Di Partai PDIP misalnya, Megawati yang menjabat sebagai Presiden dari tahun 2001 hingga 2004.

Refly mengatakan biasanya kalau sudah jadi presiden yang merupakan puncak karir tinggi, tidak ingin lagi menjabat sebagai ketua umum partai politik.

Baca Juga: BMKG Beri Peringatan Dini Gelombang Tinggi, Warga dan Nelayan Sekitar Perairan Harap Berhati-hati

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku untuk Megawati, dan Mantan Presiden ke-6 serta Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

"Megawati sampai sekarang belum pernah diganti sebagai ketua umum PDIP, sejak PDIP didirikan secara formal sejak 1999, karena kita tahu PDIP berasal dari PDI, PDI barangkali anak kandung dari Partai PNI," katanya.

Refly menyatakan hingga sekarang dalam usia sudah mencapai 70 tahun, Megawati belum digantikan.

Baca Juga: Kecam Pernyataan Presiden Prancis, Pemerintah Aceh Tunda Kerja Sama dengan Institut Prancis

Dia juga mempertanyakan bagaimana berharap peran milenial kalau anak muda tidak diberikan kesempatan untuk menjadi elit, bahkan menjadi pemimpin.

"Saya punya teman waktu di Inggris, rekan dari negara kecil di Eropa, usianya masih sangat muda waktu itu, kira-kira usianya 29 atau 30 tapi dia sudah menjadi elit partai politik, bahkan di daerah-daerah di Eropa ada menteri yang usianya 20-an, 30 awal, dan lain sebagainya," ujar Refly.

Menurutnya, ada percepatan regenerasi tapi mungkin saja karena pembangunan kualitas sumber daya manusianya lebih luar biasa. Partai lain juga begitu, Nasdem misalnya.

Baca Juga: Jokowi Beri Tanggapan ke Presiden Prancis, Refly Harun: Terima Kasih Presiden Joko Widodo Bela Islam

"Awalnya Nasdem ketua umumnya bukan Surya Paloh, tapi begitu ada perpecahan internal, waktu itu ada perpecahan antara Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo. Surya Paloh mengambil alih partai dengan menjadi ketua umum, maka sesungguhnya sudah terjadi lagi elitisasi atau perlambatan regenerasi. Mungkin Surya Paloh menerapkan strategi SBY, menyiapkan putra mahkotanya, kita tidak tahu," ujar Refly.

Dia melanjutkan, sementara Megawati, semua orang sudah tahu, sudah menyiapkan Puan Maharani untuk menjadi pucuk pimpinan.

Menteri Pertahanan RI sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, begitu juga.

Baca Juga: Presiden Prancis Mengaitkan Kasus dengan Teroris Islam, Refly Harun: Itu yang Menjadi Masalah

Awalnya Prabowo menjadi Ketua Dewan Pembina, tapi begitu ketua umum Gerindra meninggal dunia, bukan orang lain yang menggantikan sebagai pucuk pimpinan tapi dia turun dari dewan pembina menjadi ketua umum partai politik.

Usia Prabowo tahun ini 69 tahun, jadi bagaimana bisa menggugat peran milenial terutama dalam kepemimpinan politik, dan sumbangsihnya kepada rakyat kalau generasi tua tidak memberikan kesempatan yang layak kepada generasi muda, tuturnya.

Refly mengatakan kalau itu adalah satu perspektif, sementara perspektif lainnya adalah perspektif dari anak muda itu sendiri.

Baca Juga: Unjuk Rasa Berujung Kekerasan Aparat, Polisi di Belarusia Lemparkan Granat ke Puluhan Ribu Orang

"Dari perspektif anak muda tidak bisa juga disalahkan kata-kata Megawati, kenapa? ada satu fenomena yang sering melanda anak-anak muda, generasi baru, generasi milenial ini adalah semuanya ingin shortcut, karena mungkin mereka paham teknologi, kadang-kadang tidak ingin bekerja keras tapi ingin shortcut, cepat ingin kaya, hidup hedonistik dan lain sebagainya," katanya.

Apalagi kemudian generasi milenial tersebut diperkenalkan dengan kisah sukses orang-orang yang bisa mengumpulkan kapitalisasi dengan cara mudah.

Hanya mengandalkan teknologi informasi misalnya, sehingga semua berlomba-lomba melakukan bidang itu, dan yang terjadi kemudian adalah ada kecenderungan tidak mau bersosialisasi.

Baca Juga: Berniat Buka Kembali Perjalanan Internasional, Jepang Sediakan Fasilitas PCR untuk Pelancong

"Sekarang kita tidak pernah lagi melihat permainan yang membutuhkan sosialisasi seperti layang-layang, main gundu, main gambaran dan lain sebagainya," ujarnya.

Refly mengungkapkan, sekarang tidak pernah lagi melihat permainan itu, karena anak-anak muda generasi milenial cukup hanya di gadgetnya masing-masing di dunia maya, dengan fasilitas internet dan dia bermain di alam pikirannya masing-masing.

Jadi ada distansi, ada jarak, antara generasi tua yang tidak mau memberikan kesempatan kepada anak muda, dengan generasi milenial yang sudah mulai hidup dalam kondisi yang asosial mungkin, mereka lebih mengenal teknologi ketimbang manusia itu sendiri, pungkasnya.***

Halaman:

Editor: Egi Septiadi

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x