Nilai Masalah Bukan pada Sosialisasi UU, Rocky Gerung: Persoalannya pada Wajah Pemerintah yang Cacat

- 26 Oktober 2020, 12:38 WIB
Pengamat politik, Rocky Gerung: Rocky Gerung nilai persoalannya Undang-undang bukan pada sosialisasinya tetapi pada wajah pemerintah yang dinilai penuh cacat.
Pengamat politik, Rocky Gerung: Rocky Gerung nilai persoalannya Undang-undang bukan pada sosialisasinya tetapi pada wajah pemerintah yang dinilai penuh cacat. /Tangkapan layar YouTube Najwa Shihab./

 

PR CIREBON - Hersubeno Arief di dalam video yang diunggah oleh Rocky Gerung Official di Youtube pada Senin 26 Oktober 2020, menanyakan tentang pemerintah yang selalu mengatakan berjuang untuk rakyat, membuat undang-undang (UU) juga untuk kepentingan rakyat tetapi di satu sisi rakyat merasa aspirasinya tidak diterima oleh pemerintah.

Rocky Gerung memberikan jawaban bahwa persoalannya bukan sekadar pada undang-undang. Hal ini menjadi masalah sejak Presiden Joko Widodo mengatakan akan memproduksi Esemka.

"Kami akan naikkan ekonomi Indonesia, dititipkan ke roket supaya naik ke atas. Jadi seluruh keterangan ini ada hubungan yang sangat struktural dengan janji-janji sebelumnya," kata Rocky Gerung.

Baca Juga: Penyerapan Anggaran PEN hampir Mencapai 50 Persen, Budi Gunadi: 100 Triliun Hingga Akhir Desember

Rocky Gerung berpendapat kalau rasa keadilan publik menganggap bahwa apapun yang dilakukan oleh pemerintah hari ini, hanya sekadar omong kosong.

"Itu yang sering kali ingin saya terangkan tapi nanti orang marah lagi. Padahal sebenarnya kalau saya bilang pemerintah memang tidak niat untuk mensejahterakan rakyat, beda dengan saya katakan bahwa niat baik pemerintah pun tidak dipercaya rakyat," ucap Rocky Gerung.

Menurutnya bukan pemerintah yang memiliki niat baik pun rakyat tidak percaya, apalagi jika niatnya dari awal terlihat buruk. Menyembunyikan barang yang seharusnya diketahui buruk itu merupakan niat buruk dari awal, katanya. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman Youtube Rocky Gerung Official.

Baca Juga: Penyerapan Anggaran PEN hampir Mencapai 50 Persen, Budi Gunadi: 100 Triliun Hingga Akhir Desember

"Jadi harus dipastikan bahwa intuisi masyarakat sipil, intuisi buruh, intuisi mahasiswa, intuisi para profesor sampai pada kesimpulan bahwa niat yang baik pun itu pasti mengandung tipu-tipu, gampangnya begitu," ujar Rocky.

Dia mengungkapkan kalau mau dibuat seperti apapun, jika psikososial sudah berlaku, tidak mungkin dibalikkan dengan hanya sekadar membuat website.

"Setiap hari ada buzzer nongkrong di situ untuk memanipulasi lagi opini publik, kan itu yang dilakukan Istana selama ini," ucapnya.

Baca Juga: Kurangnya Sosialisasi pada UU Ciptaker, Rocky Gerung: Bagi Buruh Sebenarnya Bukan Itu Problemnya

Hersubeno mengkhawatirkan kalau bukan hanya rakyat yang merasa frustasi, tapi juga pemerintah merasa frustasi karena tidak ada titik temu dalam persoalan ini.

Rocky Gerung mengistilahkan hal ini sebagai echo chamber, seseorang berbicara di ruang tertutup namun pembicaraan itu hanya akan memantul antar dinding.

"Karena pemerintah itu bikin gaung doang, dia ngomong sendiri nanti dia dengar sendiri suaranya. Kan dia ngaku dengar suara rakyat, jadi pemerintah bilang bising rakyat yang demo itu, yang bising pemerintah sendiri. Karena dia ngomong tanpa lawan mendengar, dia tutup orang untuk bicara ulang. Jadi dia hanya dengar suaranya sendiri," katanya.

Baca Juga: SM Entertainment Resmi Umumkan Debut Girl Group K-pop Baru 'aespa' pada November 2020

Rocky menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan demo itu gerakan mahasiswa, buruh, dan segala macamnya, sebenarnya hanya pantul balik saja dari suara pemerintah.

"Kalau pemerintah mau komunikasi, dari awal jangan usir demonstran dari jalan. Ajak saja beberapa pentolannya untuk bercakap-cakap, tapi bercakap-cakapnya kan mestinya di Istana, bukan di kandang bebek. Itu problemnya kan? lain disiapkan website itu di kandang bebek untuk menerangkan persoalan," ucapnya.

Menurutnya dari awal Presiden Jokowi sudah tidak mampu untuk menerangkan inti dari Omnibus Law. Karena buruh sudah bersatu dengan kampus, dan kampus mampu memperlihatkan analisis ilmiah tentang pasal-pasal yang tidak adil yang dibuat oleh negara.

Baca Juga: Tak Kalah dari Kunyit dan Jahe, Lengkuas Miliki Beragam Manfaat Kesehatan

"Akhirnya sama-sama kita analis kampus, buruh, mahasiswa bahkan anak STM tau bahwa undang-undang itu hanya untuk menyiksa rakyat, dalam arti hak rakyat untuk mengetahui isinya disembunyikan dengan akibat bahwa seluruh kerusakan yang potensial yang dilakukan oleh undang-undang itu tidak bisa diperdebatkan lagi," kata Rocky.

Karena palu sudah diketuk maka dia menilai ini sama saja dengan mempersilakan untuk merusak lingkungan, untuk mengatur upah buruh.

"Saya sudah bisa bayangkan website itu akan berisi pasal-pasal yang tidak ada hubungannya dengan protes buruh sekarang. Pasal ini kan baik untuk milenial, pasal ini kan baik untuk UMKM, padahal bukan itu yang dibicarakan buruh. Buruh bicara tentang hak-hak normatif yang tidak diberikan, LSM bicara tentang hak-hak lingkungan yang diabaikan, itu tidak bakal ada di website," ujarnya.

Baca Juga: 6 Cara Efektif untuk Meniruskan Wajah, Tidur dengan Teratur Salah Satunya

Rocky memberikan istilah ini seperti cherry picking, hanya memetik buah ceri yang bagus sementara yang busuk ditinggalkan. Itu merupakan salah satu cara memoles wajah pemerintah yang sebenarnya sudah bopeng, katanya.

"Persoalannya ada pada wajah pemerintah yang penuh cacat, cacat itu harusnya dioperasi dengan cara yang estetis. Pemerintah mau membuat website, memperbaiki sosialisasi, wajahnya rusak tapi dia mau tempel wajah rusak itu dengan hidungnya sendiri, jadi hidungnya rusak lagi kan?" ujarnya.

Rocky Gerung menilai bahwa apapun yang dilakukan pemerintah kalau legitimasinya kurang maka akan percuma.

 ***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x