Ironis DPR Sahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, NU: Waktu Pemilu Butuh, Sudah Dipilih Rugikan Rakyat

- 7 Oktober 2020, 21:20 WIB
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj.
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. /ANTARA/Reno Esni/

PR CIREBON- Gelombang penolakan Undang Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan oleh DPR dalam Sidang Paripurna di Senayan pada Senin 5 Oktober 2020 lalu terus bergulir.

Aksi demo besar-besaran hingga mogok kerja yang dilakukan oleh serikat buruh di berbagai daerah, merupakan bentuk penolakan atas pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Beberapa pengamat pun menilai bahwa DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital ketimbang membela kepentingan rakyat banyak.

Tidak hanya datang dari serikat buruh dan pengamat. Kali ini penolakan UU Cipta Kerja tersebut datang dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI, Said Aqil menyatakan, UU Ciptaker merugikan rakyat kecil, dan hanya menguntungkan kapitalis.

"Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil," tutur Said dilansir dari situs resmi nu.or.id, Rabu 7 Oktober 2020.

Said meminta agar warga NU harus punya sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.

"Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan," katanya.

Said lantas menyinggung tabiat politikus. Di masa pemilu, kata Said, para politikus membutuhkan suara rakyat agar terpilih. Namun ketika sudah terpilih malah menutup telinga dari aspirasi yang disalurkan masyarakat.

"Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya rakyat dibutuhkan, tapi kalau sudah selesai rakyat ditinggal," ucapnya.

Selain itu, Said juga menyoroti hadirnya pasal pendidikan yang ada dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Kemudian pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.

Ia menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Pasal itu dinilai dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.

Said pun mendorong agar masyarakat melakukan judicial review atas penolakan UU Cipta Kerja.

 "Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat," ujarnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x