Dorongan Penundaan Pilkada Semakin Kencang, Pakar: Saat ini Persoalannya Bukan Mundur atau Tidak

- 20 September 2020, 19:30 WIB
Ilustrasi Pilkada 2020.
Ilustrasi Pilkada 2020. /Media Pakuan/

PR CIREBON - Wacana pengunduran pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 semakin kencang, menyusul mengganasnya wabah Covid-19 di Indonesia yang dinilai akan menimbulkan konsekuensi politis dan pemerintahan yang cukup besar.

Hal itu dikatakan pakar politik dan pemerintahan dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan.

Menurutnya, konsekuensi politis tersebut akan berdampak langsung terhadap peta politik yang telah rampung dibangun dan pemerintahan yang ujung-ujungnya menjadi beban masyarakat.

Baca Juga: Khawatir ISIS Bangun Kembali Benteng di Suriah, AS Kirim Kendaraan Tempur Lindungi Pasukan

Firman mengakui, Covid-19 yang semakin menggila dapat menimbulkan kekhawatiran munculnya klaster baru.

Kendati begitu, ia mempertanyakan sampai kapan pilkada diundur di tengah ketidakjelasan kapan pandemi Covid-19 akan segera berakhir.

"Wacana pengunduran pilkada ini kan sudah lama bergulir. Tapi, kalau diundur sampai kapan? Karena kita pun tidak tahu kapan pandemi berakhir," ujar Firman kepada SINDOnews, sebagaimana diberitakan Warta Ekonomi partner sindikasi konten SINDOnews.

Baca Juga: Berawal dari Palsukan Data Reaktif Covid-19, Pelecehan Terjadi di Bandara Soetta saat Rapid Test

"Menurut saya, saat ini persoalannya bukan mundur atau tidak, tapi bagaimana kesiapan protokol kesehatannya," sambung Firman.

Dia menjelaskan, beban politis yang cukup besar dipastikan di depan mata saat Pilkada Serentak 2020 kembali diundur

Dia menyebut, peta politik yang telah rampung dibangun hingga melahirkan rekomendasi pasangan calon kepala daerah akan kembali mentah.

Baca Juga: Pabrik Biofarmasi di Tiongkok Bocor, Lebih dari 3.200 Orang Positif Terkontaminasi Bakteri

"Bayangkan, ini proses politik yang sudah selesai hingga menghasilkan rekomendasi calon kepala daerah akan mentah lagi. Kalau diundur, peta politik bisa kembali berubah, tidak ada jaminan tidak berubah, apalagi politik itu sifatnya dinamis," katanya.

Tidak hanya itu, beban politis besar lainnya yang berdampak langsung terhadap masyarakat adalah jalannya roda pemerintahan.

Pasalnya, saat masa jabatan kepala daerah habis, mau tidak mau daerah dipimpin oleh seorang pelaksana teknis (Plt) yang legitimasinya terbatas karena ditunjuk oleh pemerintah.

Baca Juga: Komitmen Terhadap Sejarah Dipertanyakan, Nadiem Makarim Buka Suara Soal Penghapusan Mapel Sejarah

"Beda halnya dengan kepala daerah yang legitimasinya tinggi karena dipilih oleh rakyat. Seorang kepala daerah akan lebih leluasa memimpin daerahnya, beda halnya dengan Plt yang terbatas dalam menentukan kebijakan," ujarnya.

Apalagi, lanjut Firman, di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi, masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan dan risiko dalam mengatasi dampak pandemi.

"Kalau hanya sekedar Plt, saya kira mereka hanya akan menjadi safety player. Padahal, di situasi krisis seperti ini, masyarakat butuh pemimpin yang berani mengambil keputusan, termasuk risikonya," tegasnya lagi.

Baca Juga: Tersingkir dari Partai Gerindra, Poyuono Sewot: Kan Kamu Baca dan Bukan hanya Nama Saya

Oleh karenanya, Firman kembali menekankan, bukan soal pilkada diundur atau tidak, melainkan kesiapan penyelenggara Pilkada Serentak 2020 dalam penerapan protokol kesehatan ketat untuk menekan potensi penularan Covid-19.

"Apalagi, sejumlah negara pun sukses menggelar pesta demokrasi di tengah pandemi, seperti Korea Selatan. Jadi, yang penting protokol kesehatan karena kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir," katanya.

Firman juga menekankan, Pilkada Serentak 2020 merupakan pesta demokrasi yang tidak normal karena digelar di tengah pandemi Covid-19. Oleh karenanya, seluruh tahapannya, termasuk kampanye tidak dapat dilakukan seperti pada pilkada normal sebelumnya.

Baca Juga: Gerindra Umumkan Kepengurusan Baru, Rachmawati Soekarnoputri jadi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai

Selain itu, dibutuhkan aturan tegas, agar protokol kesehatan benar-benar diterapkan dan ditaati dalam setiap tahapan pilkada.

Sebab, persoalan yang dihadapi saat ini adalah rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Persoalan yang dihadapi saat ini kan masalah kedisiplinan. Karenanya, perlu aturan dan sanksi harus lebih tegas lagi," tandasnya.

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi Sindonews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah