RUU Ciptaker Bahaya Ubah Pendidikan Jadi Komoditas Bisnis, Asing Masuk dan Aspek Kebudayaan Hilang

- 18 Agustus 2020, 12:29 WIB
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto. //fraksi.pks.id

PR CIREBON - Penggarapan Rancangan Undang-undang Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja masih menuai polemik, kali ini Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mulyanto ikut buka suara terkait adanya ketentuan yang membahayakan dunia pendidikan Indonesia.

Pasalnya, banyak aturan penting dalam penyelenggaraan pendidikan akan dihapus dan diubah dengan ketentuan baru RUU ini.

"Ketentuan baru dalam RUU Cipta Kerja ini cenderung menjadikan pendidikan sebagai komoditas bisnis dan menanggalkan aspek kebudayaan dalam pendidikan," ungkap Mulyanto di Jakarta, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Selasa, 18 Agustus 2020.

Baca Juga: Pertanyakan Fungsi Uang Khusus HUT RI Rp 75 Ribu, DPR: Kita Diambang Resesi, Bisa Perbaiki Ekonomi ?

Lebih lanjut, politisi PKS itu menegaskan tidak ingin dunia pendidikan nasional sekedar menjadi pasar industri tersier dengan semangat liberalisme kapitalistik.

Bahkan, lebih ironis lagi ketentuan itu akan menjadi bancakan lembaga pendidikan asing yang juga menggerus nilai-nilai budaya adiluhung bangsa ini di tengah kompetisi dagang edukasi global.

"Masalah-masalah mendasar di atas harus dibahas secara komprehensif, mendalam, dan cermat oleh semua pihak yang terkait. Kita tidak boleh grasa-grusu dan sikap menggampangkan. Butuh suasana yang tenang," jelas Mulyanto

Baca Juga: Abaikan Ideologi, Presiden Meksiko Minta Jadi Orang Pertama yang Terima Vaksin Covid-19 Rusia

Artinya, kekhawatian wajah pendidikan ini adalah penting karena berkaitan langsung dengan tujuan nasional yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Sebab, pendidikan adalah masalah vital bangsa ini. Berkaitan langsung dengan tujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta masa depan kita," tandasnya.

Sedangkan sebagai informasi, RUU yang mendapat amandemen hampir 100 Undang-Undang dengan menghasilkan 500 peraturan baru ini, tetapi paling penting adalah muatan tiga ketentuan penting yang akan mengubah wajah dunia pendidikan.

Mulai dari dicabutnya sifat nirlaba pada kelembagaan pendidikan, dihapusnya pembatasan bagi lembaga pendidikan asing, dan hilangnya pilar kebudayaan dalam pendidikan tinggi.

Baca Juga: Presiden Jokowi Didikte Kata Sambutan untuk Deklarasi KAMI, PKS: Bilang Makasih, Saya Butuh Vitamin

Secara terperinci, dijelaskan badan hukum pendidikan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi, diubah menjadi berprinsip nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri.

Ini tercantum dalam Pasal 53 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Pasal 60 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti).

Deretan pasal di atas akan diubah melalui pasal 68 ayat (4) dan Pasal 69 ayat (6) dalam RUU Ciptaker.

Baca Juga: Istri Jerinx SID Bersedih saat Rayakan HUT RI, Nora: Kita Tetap Satu dengan Benteng Jeruji Besi

Kemudian berikutnya, terkait penyelenggaraan pendidikan asing yang semula 'wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan nasional, mengutamakan dosen, pengelola dan tenaga kependidikan WNI, serta wajib mendukung kepentingan nasional', kini akan diubah 'tanpa adanya kewajiban-kewajiban tersebut'.

Ini tercantum dalam pasal 65 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Pasal 90 ayat (4) serta ayat (5) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti.

Deretan pasal di atas akan diubah menjadi Pasal 68 ayat (6) dan Pasal 69 ayat (8) RUU Cipta Kerja

Baca Juga: Ngaku Ragu Angkat Pegawai Bermata Sipit, Ahok: Harusnya Merdeka Buat Meritokrasi Ada di Atas SARA

Sedangkan terkait kebudayaan yang semula tercantum dalam ketentuan umum poin (2) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti yang berbunyi: 'Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia'

Pasal diatas akan menghilangkan frasa 'berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia' menjadi Pasal 69 ayat (1) RUU Ciptaker yang berbunyi 'Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi'.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah