RUU Ciptaker Hapus Sanksi Iklan Negatif, DPR: Kemunduran Penyiaran yang Rusak Generasi Muda

- 13 Agustus 2020, 16:15 WIB
Ilustrasi. Aliansi Serikat Buruh Jabar melakukan aksi unjuk rasa, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja itu, menuntut penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.*
Ilustrasi. Aliansi Serikat Buruh Jabar melakukan aksi unjuk rasa, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Aksi yang diikuti ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja itu, menuntut penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.* /Pikiran-Rakyat.Com/Ade Bayu/

PR CIREBON - Pembahasan RUU Cipta Kerja mulai berlangsung saat masa pandemi, meski adanya aliran penolakan dari massa aksi penentang RUU.

Namun rupanya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari juga ikut mempertanyakan adanya penghapusan sanksi bagi pihak yang menyiarkan iklan bernada negatif, seperti bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan.

Ini dapat terlihat dalam Pasal 79 RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang memuat sejumlah penghapusan pasal dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Baca Juga: Kebal Covid-19 hingga Dua Tahun, Rusia Bersiap Sebarkan 500 Juta Vaksin Selama 12 Bulan Pertama

Tepatnya, memuat ketentuan pelarangan dan sanksi iklan niaga tentang minuman keras, zat adiktif, hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan agama, serta eksploitasi anak di bawah usia 18 tahun.

"Pasal 58 Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 telah mengatur pemberlakuan sanksi bagi pihak yang menyiarkan iklan minuman keras, zat adiktif, dan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan, namun ketentuan pemberian sanksi itu diubah dan dihilangkan di draft RUU Cipta Kerja," ungkap Kharis di Jakarta, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Kamis, 13 Agustus 2020.

Untuk itu, maksud komentar Politisi PKS ini mengingatkan bila ketentuan sanksi ini dihapus, maka akan semakin banyak pihak yang mengiklankan produk-produk minuman keras dan zat adiktif di media radio maupun televisi.

Baca Juga: Bicarakan AS Boikot Tiongkok, Bamsoet: Bonus Demografi Tak Boleh Jadi Penonton, Indonesia Harus Sia

Bahkan, Kharis pun merujuk pada ketentuan Pasal 79 draft RUU Ciptaker yang mengubah Pasal 58 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang mengatur sanksi pidana pada Pasal 46 ayat (3) terkait dengan aturan pelarangan iklan niaga.

Larangan tersebut diberlakukan bagi pihak-pihak yang mengiklankan minuman keras dan zat adiktif di media radio dan televisi.

Halaman:

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x