PR CIREBON - Penulis buku Mariska Lubis mengatakan bahwa ada satu suku sewaktu dia melakukan penelitian di Papua Barat, di arah selatan, yang cukup unik.
"Waktu itu saya datang ke sana dan ya kemudian saya sampai dikira penyusup dan sebagainya, dimarahin sama satu suku, aku sampai bingung sendiri kenapa dimarahin, tapi akhirnya saya bergaul dengan penduduk di sana," kata Mariska, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dala m kanal Youtube Neno Warisman, 6 Desember 2020.
Menurutnya daerah tersebut wilayah yang cukup besar, uniknya adalah seluruh penduduk di sana memeluk Nasrani tetapi kepala sukunya adalah seorang Muslim.
Hal itu yang membuatnya hormat pada masyarakat Papua dan itu juga hal yang luar biasa.
Menurutnya yang diperlukan oleh masyarakat Papua adalah perasaan menghargai dan menghormati mereka yang ada di sana.
"Hargailah, angkat harkat derajat, kalau soal pendidikan saya merasa bahwa mereka dididik oleh alam, pendidikan alam itu jauh lebih mahal," katanya.
Mariska menuturkan kalau sekolah perlu mengeluarkan uang untuk membayar, sedangkan alam tak memerlukan itu.
Diungkapkan Mariska bahwa ada hal yang tidak bisa didapat dari sekolah, contoh masyarakat Baduy.
Menurutnya daerah tersebut wilayah yang cukup besar, uniknya adalah seluruh penduduk di sana memeluk Nasrani tetapi kepala sukunya adalah seorang Muslim.
Baca Juga: Merasa Terbodohi Oleh Dua Menteri Kena OTT KPK, Deddy Corbuzier Geram dan Kecewa
Mariska mengajak untuk melihat dan memperhatikan Papua, dia menyatakan bahwa orang Papua memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang jauh lebih baik dari orang di Jakarta.
Bahasa dan tuturnya rapi, amat sangat rapi, dia menambahkan kalau orang-orang Indonesia Timur itu bahasanya rapi dan baku sekali.
Mariska mengajak untuk melihat dan memperhatikan Papua, dia menyatakan bahwa orang Papua memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang jauh lebih baik dari orang di Jakarta.
Bahasa dan tuturnya rapi, amat sangat rapi, dia menambahkan kalau orang-orang Indonesia Timur itu bahasanya rapi dan baku sekali.
"Kalah orang di Jakarta menurut saya. Itu saja sudah menunjukkan keseriusan masyarakat Papua. Keseriusan bahwa masyarakat Papua sebetulnya begitu dekat, tapi kenapa mau pisah?" ujarnya.
Mariska menyampaikan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia yang demikian saja sudah menjadi bukti.
Selain itu, menurutnya bahasa bukan hanya sekadar bahasa.
Selain itu, menurutnya bahasa bukan hanya sekadar bahasa.
Akan tetapi bahasa juga merupakan pola pikir, bahasa adalah cara untuk bisa mencapai tujuan, Mariska merasa salut melihat masyarakat Papua mempunyai struktur pola pikir yang begitu Indonesia.
Bahkan menurutnya lebih rapi dibandingkan masyarakat wilayah-wilayah lain yang bahasa Indonesianya kacau balau, yang dinilainya tidak lebih Indonesia dibandingkan Papua.
"Coba perhatikan kerukunan antar agama di sana luar biasa, tidak ada masalah. Saya bukan orang yang merasa paham. Akan tetapi saya melihat, mendengar, merasakan sendiri bukan katanya," ucap Mariska yang juga seorang pengamat Politik.
Bahkan menurutnya lebih rapi dibandingkan masyarakat wilayah-wilayah lain yang bahasa Indonesianya kacau balau, yang dinilainya tidak lebih Indonesia dibandingkan Papua.
"Coba perhatikan kerukunan antar agama di sana luar biasa, tidak ada masalah. Saya bukan orang yang merasa paham. Akan tetapi saya melihat, mendengar, merasakan sendiri bukan katanya," ucap Mariska yang juga seorang pengamat Politik.
Baca Juga: Ustaz Maaher Nangis Minta Maaf, Gus Nadir: Bukankah Saat Ceramah Lantang dan Menyerang Tanpa Peduli
Hal itu yang membuatnya hormat pada masyarakat Papua dan itu juga hal yang luar biasa.
Menurutnya yang diperlukan oleh masyarakat Papua adalah perasaan menghargai dan menghormati mereka yang ada di sana.
"Hargailah, angkat harkat derajat, kalau soal pendidikan saya merasa bahwa mereka dididik oleh alam, pendidikan alam itu jauh lebih mahal," katanya.
Mariska menuturkan kalau sekolah perlu mengeluarkan uang untuk membayar, sedangkan alam tak memerlukan itu.
Diungkapkan Mariska bahwa ada hal yang tidak bisa didapat dari sekolah, contoh masyarakat Baduy.
"Saya melihat mereka tidak sekolah tetapi pintar," ujarnya.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo Nampak Bela HRS, Pengamat: Tidak Heran, Dia Butuh Massa Buat Maju Pilpres 2024
Mariska melihat masyarakat Baduy memiliki sopan santun, mempunyai adab, etika, cara berkebunnya luar biasa, dan bersahaja.
"Yang kerennya lagi di Badui itu mereka begitu bersahajanya merasa bahwa tanah itu milik semua, jadi tidak ada perasaan kepemilikan, tukar-tukaran," ucapnya.
Mariska mengungkapkan bahwa sebagai manusia memang tidak bisa menafikan ada sifat ketamakan, keinginan, dan ambisi tetapi di sisi lain harusnya hal itu bisa diimbangi dengan keadilan.
Terkait Benny Wenda, Mariska mengatakan itu hal yang lucu tapi harus diperhatikan secara serius.
Baca Juga: Kemenlu Usut Disinformasi Isu Papua Barat, DPR: Jaga Harkat Martabat NKRI, Saya Dukung Penuh
Karena menurutnya berita yang sudah disampaikan ke mana-mana bisa memicu masyarakat Papua sendiri, karena mereka kehilangan kepercayaan, kehilangan pemimpin, kehilangan harapan.
Dia menambahkan kalau itu bukan suatu hal yang tidak mungkin akan terjadi.
"Kehilangan harapan dalam keadaan situasi ekonomi, keadaan politik, dan lain sebagainya. Siapa yang tidak kehilangan harapan? banyak yang kehilangan harapan," kata Mariska.
***