Prosedur Tak Sejalan dengan HAM, Jokowi Didesak untuk Segera Terbitkan Perppu Cabut UU Ciptaker

18 Oktober 2020, 08:27 WIB
Presiden RI Jokowi: ASPEK Indonesia desak Presiden Jokowi untuk terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja karena tidak sejalan dengan HAM./instagram/jokowi /

PR CIREBON - Pengesahan RUU Cipta Kerja yang kini telah disahkan oleh DPR RI menjadi UU Cipta Kerja dalam Sidang Paripurna, pada Senin 5 Oktober lalu, menimbulkan banyak pertentangan dari berbagai pihak.

Puncaknya, pada Kamis 8 Oktober, gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran pun marak dilakukan oleh para serikat buruh dan mahasiswa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Beberapa politikus yang menentang pengesahan UU itu pun meminta kepada Presiden Jokowi, selaku kepala negara untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU Ciptaker itu.

Baca Juga: Tak Berdiri Sendiri, Peristiwa Kematian Pendeta Yeremia Masuk dalam Rentetan 18 Kasus di Papua

Hal senada juga disuarakan oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) yang meminta kebijaksanaan politik kepada Presiden Jokowi agar mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Ciptaker yang telah disahkan oleh DPR.

Hal itu disampaikan oleh Mirah Sumirat, selaku Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangannya, pada Sabtu 17 Oktober 2020.

Mirah mengatakan, terdapat beberapa hal yang patut untuk dipertimbangkan Presiden terkait pentingnya Perppu tersebut.

Baca Juga: Tingkatkan SDM, DPD RI Tekankan Seluruh Tenaga Kerja Penting untuk Miliki Sertifikasi Profesi

Pertama, pembahasan RUU Ciptaker tersebut sejak awal proses legislasi, mulai perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan telah memicu kontroversi dan kritik dari banyak elemen masyarakat.

Baik terkait prosesnya yang minim partisipasi publik dan tidak melibatkan unsur tripartit sejak awal penyusunan, maupun isinya yang secara umum hanya menguntungkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat.

"Kedua juga nyata telah terjadi penolakan baik saat masih RUU maupun setelah pengesahan UU Cipta Kerja, yang semakin meluas dari berbagai elemen masyarakat.," tutur Mirah, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Dipercaya dapat Menarik Investasi Digital, Asosiasi: Perizinannya Lebih Mudah

Selain itu, pengesahan UU Ciptaker dilakukan secara terburu-buru dan dipaksakan. Bahkan ketika pengesahan, anggota DPR pun tidak menerima naskah UU yang disahkan tersebut.

Kemudian, tambahnya, proses penyusunan dan pengesahan UU Ciptaker, termasuk berbagai penolakan dari masyarakat, telah menjadi sorotan dunia internasional.

Akibat minimnya keterlibatan publik dalam penyusunan hingga pembahasan itu membuat asosiasi pekerja internasional pun ikut menyoroti UU tersebut.

Baca Juga: Penampungan Ilegal Calon Pekerja Migran di Cirebon Digrebek, BP2MI: Keadaan yang Sangat Tidak Layak

Lanjut ia, Council of Global Unions selaku konfederasi dan federasi serikat pekerja tingkat dunia, bersama federasi serikat pekerja internasional dan organisasi serikat pekerja dari berbagai negara, juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.

Dikatakan Mirah bahwa inti dari surat tersebut adalah menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mencabut Omnibus Law UU Ciptaker.

Hal itu dikarenakan dapat menimbulkan ancaman bagi proses demokrasi, serta menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas kepentingan pekerja, komunitas dan lingkungan.

Baca Juga: Kebakaran Besar Terjadi pada Toko Material di Jakarta Barat, 13 Damkar Dikerahkan BPBD

Organisasi serikat pekerja internasional juga prihatin bahwa prosedur dan substansi Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut tidak sejalan dengan hak asasi manusia di Indonesia, dan hukum hak asasi manusia internasional.

"Beberapa catatan itu tentunya harus menjadi perhatian Presiden, agar upaya pemulihan ekonomi khususnya di masa pandemi dapat menjadi lebih prioritas," pungkasnya.***

 
Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler