PR CIREBON - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Presiden Joko Widodo berani mengambil jalan terjal dan menanjak demi kepentingan rakyat, salah satunya terkait UU Cipta Kerja yang bertujuan baik namun mendapat berbagai penolakan.
Langkah Jokowi mencetuskan Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi perdebatan bagi masyarakat Indonesia. Jokowi dianggap memambil kebijakan yang sangat berisiko lantaran bisa membuat simpati masyarakat turun.
Alasannya, kaum buruh secara tegas menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI pada Senin 5 lalu. Banyak pihak menuding jika UU Cipta Kerja dibuat hanya untuk memuluskan jalan para pengusaha agar bisnisnya terlindungi.
Baca Juga: Penjelasan Soal Gatot Dukung UU Omnibus Law, KAMI: Maksudnya Ga Ada Garis Pemisah Kaya dan Miskin
Namun hal itu dibantah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Dirinya menyebut, jika UU Cipta Kerja justru untuk kemaslahatan semua pihak.
Moeldoko menyebut Presiden Joko Widodo berani mengambil jalan terjal dan menanjak demi kepentingan rakyat, salah satunya terkait UU Cipta Kerja yang bertujuan baik namun mendapat berbagai penolakan.
"Saya melihat ada dua jenis pemimpin. Pemimpin yang menikmati kemenangannya, akan takut menjadi tidak populer dengan mengorbankan kepentingan rakyatnya. Sedangkan, Presiden Jokowi memilih untuk tidak takut mengambil risiko. Mengambil jalan terjal dan menanjak," kata Moeldoko dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu. dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.
Baca Juga: Turuti Mau Masyarakat Soal UU Cipta Kerja, Kini Pembahasan Libatkan Banyak Publik Termasuk Buruh
Dia menyadari bahwa langkah Pemerintah terkait UU Cipta Kerja memang memunculkan risiko dan perdebatan. Tetapi dia menekankan, seorang pemimpin harus berani mengambil risiko, seperti yang dilakukan Presiden Jokowi.
Moeldoko menyampaikan sesungguhnya Presiden sedang mengambil sikap terhadap perubahan. Dia menegaskan saat ini diperlukan seorang pemimpin yang mampu menyiasati tantangan dengan pendekatan antisipasi dan pendekatan inovasi.
"UU Cipta Kerja ini merupakan salah satu pendekatan inovasi sosial yang mendesak perlu dilakukan Presiden," ujarnya.
Dia menekankan bonus demografi Indonesia ke depan luar biasa, sementara 80 persen angkatan kerja tingkat pendidikannya masih rendah.
Setiap tahun, kata dia, ada penambahan 2,9 juta angkatan kerja baru, dan pandemi ikut memperumit hingga menimbulkan banyak PHK dan juga pekerja yang dirumahkan.
Dia menyampaikan bahwa pemerintah memikirkan bagaimana masyarakat yang terkena PHK harus mendapatkan pekerjaan. Untuk itu pemerintah perlu menyederhanakan dan melakukan sinkronisasi berbagai regulasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja.***