Menunggu Implementasi Sesungguhnya, Bisakah UU Cipta Kerja Dorong Pertumbuhan Ekonomi?

7 Oktober 2020, 09:34 WIB
Aksi mogok massal oleh buruh menolak Undang-undang Cipta Kerja di Pulogadung. /Armin Abdul Jabbar/Pikiran-rakyat.com

PR CIREBON – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah memutuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law resmi menjadi Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020, hasil tersebut telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI.

Pengesahan RUU Cipta Kerja dihadiri langsung oleh perwakilan pemerintah, di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Dihadiri 318 orang dari 575 anggota DPR, rapat memenuhi kuorim yaitu lebih setengah dari jumlah anggota DPR baik yang hadir di Gedung DPR maupun secara virtual, dengan menerapkan disiplin protokol kesehatan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Dilaporkan karena Wawancara Kursi Kosong, Najwa Shihab Buka Suara dan Tuai Decak Kagum Netizen

Sebanyak enam fraksi menyatakan setuju, 1 fraksi setuju dengan catatan, dan 2 fraksi menolak persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN. Hanya Fraksi dari Partai Demokrat dan PKS saja yang menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

Banyak yang menilai bahwa pengesahan UU Cipta Kerja terkesan terlalu dipaksakan atau seperti “kejar tayang”. Karena pembahasan keputusan di tingkat Pansus berlangsung Sabtu 3 Oktober malam hingga Minggu 4 Oktober dini hari, dan kemudian disahkan pada Senin 5 Oktober 2020.

Menurut Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agus, Badan Legislasi bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali, meliputi 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.

Baca Juga: Tingkatkan Imunitas di Musim Penghujan, Berikut 3 Tips Sederhana Agar Terhindar Pilek dan Covid-19

“Bahkan pada masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun di luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR,” ujar Supratman, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Sempat riuh, Rapat paripurna yang berujung aksi walk out Fraksi Partai Demokrat. Anggota Fraksi Parta Demokrat Benny K. Harman menyampaikan interupsi ketika pemerintah akan menyampaikan pandangannya terhadap RUU Cipta Kerja. Namun, hal tersebut ditolak oleh pimpinan rapat Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Berdasarkan catatan, RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 Bab dan 185 Pasal yang substansinya mencakup 11 klaster, meliputi klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM.

Baca Juga: Tingkatkan Imunitas di Musim Penghujan, Berikut 3 Tips Sederhana Agar Terhindar Pilek dan Covid-19

Kemudian, klaster Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah dan klaster Kawasan Ekonomi.

“Proses pembahasan RUU Ciptaker sudah transparan terhadap publik. RUU Ciptaker sudah mengakomodasi kepentingan buruh, terutama terkait isu perlindungan dan kepastian hak bagi pekerja buruh,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa RUU Ciptaker merespons kondisi perekonomian akibat dampak Covid-19, Pemerintah sudah merespons dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020. Perpres tersebut terkait pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Baca Juga: Kecewa dan Sindir DPR Soal UU Cipta Kerja, Netizen Ramai Unggah Formulir Masuk Sunda Empire

Dengan adanya RUU Cipta Kerja, negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila. “Yang mengutamakan hubungan tripartit antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha dengan dikeluarkannya jaminan kehilangan pekerjaan,” ujarnya.

Pro dan Kontra

Pemerintah dan DPR telah mengesahkan UU Cipta Kerja, namun pro dan kontra masih mewarnai perdebatan di ranah publik, terutama terkait isu ketenagakerjaan.

Beberapa pekan sebelum pengesahan RUU Ciptaker atau Omnibus Law ini, ancaman demo sejumlah kelompok buruh untuk menolak RUU Cipta Kerja ini sudah kencang. Inti dari penolakan, karena menganggap UU tersebut lebih menguntungkan pengusaha, namun di sisi lain menekan kehidupan pekerja.

Baca Juga: Omnibus Law Terus Tuai Polemik dan Penolakan, Guru Besar UGM Beberkan Bahayanya

Bahkan, ancaman itu telah mengarah pada ajakan mogok kerja nasional. Aksi tersebut rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober hingga 8 Oktober 2020 saat sidang paripurna. Namun, RUU Ciptaker telah disahkan pada 5 Oktober 2020.

Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebutkan bahwa mogok nasional tersebut akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan dari beberapa sektor industri yang tersebar di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota.

Politisi Partai Demokrat Syarief Hasan juga menyampaikan kontra terhadap UU Cipta Kerja, ia meminta agar ditunda karena ada aspirasi masyarakat yang tidak terserap oleh pemerintah dalam draf RUU tersebut.

“Aturan baru ini malah tidak implementatif, kontraproduktif, dan tidak prorakyat,” ujar Syarief.

Baca Juga: KAMI Dituding Buat Gaduh dan Surati Jokowi, Din Syamsuddin: Justru Pemerintah yang Membuat Kegaduhan

Namun, UU Ciptaker ini disambut positif oleh kalangan pengusaha salah satunya Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong perekonomian dan investasi, melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja.

UU Ciptaker atau Omnibus Law dirasa mampu menjawab dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja terutama di tengah masih merebaknya pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Manfaat Ekonomi

Pemerintah mengharapkan RUU Cipta Kerja dapat mengurai masalah ketenagakerjaan di Tanah Air, mulai dari daya saing rendah, meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru, hingga obesitas dalam regulasi.

Baca Juga: Lakukan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kemenkeu Pastikan APBN Bisa Dirasakan Masyarakat

Sekretaris Kementrian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai UU Ciptaker memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi serta adanya kepastian hukum.

Pemerintah pun menargetkan RUU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 sehingga bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen pada tahun 2021. Caranya, menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,7 juta hingga 3 juta per tahun atau meningkat dari saat ini dua juta per tahun.

Peningkatan investasi sebesar 6,6 sampai 7 persen untuk membangun usaha baru atau mengembangkan usaha yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Baca Juga: Pertanian Tumbuh 16,24 Persen di Tengah Pandemi, Jokowi: Petani dan Nelayan Perlu Terus Didorong

Selain itu, juga ada pemberdayaan UMKM dan koperasi yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen.

Dari beberapa manfaat tersebut, diharapkan UU Cipta Kerja dapat berujung pada memicu pemulihan perekonomian nasional.***

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler