Menurutnya, semuanya
melalui proses dari mulai penguasaan sehingga bisa mengajukan permohonan sertifikat ke BPN.
"Di mana awalnya berupa sporadik tanah yang dari status tanah negara (TN) bebas lalu diajukan menjadi tanah SHM. Itu tahun 2008 atas nama 3 orang," paparnya.
Baca Juga: Pasangan Ganda Putra dari Klub SGS PLN Bandung, Kini Duduki Peringkat satu Dunia BWF
Selain dirinya, lanjutnya, tanah seluas 6000 m2 itu bersertifikat 5 atas nama 3 orang. Namun untuk lokasinya tidak saling menempel.
Pada tahun 2010, lanjutnya, muncul gugatan dari PD Pembangunan yang kemudian putusannya
tahun 2014. Hasilnya sifatnya memang tidak menghukum atau tidak ada eksekusi.
"Jelas di situ kami menanglah istilahnya. Namun kemudian dilanjutkan lagi yang putusannya keluar tahun 2015. Hasilnya berbeda dari yang perusahaan sebelumnya, karena yang sebelumnya itu tidak ada eksekusi," paparnya.
Baca Juga: Layani Libur Natal dan Tahun Baru, PT KAI Daop 3 Cirebon Siapkan Sediakan 82.422 Tempat Duduk
Yang mengherankan pihaknya, setelah dibuat ulang baru muncul putusan tidak ekseklusi. Itu pun juga proses hukum yang berjalan.
Mereka tak mengetahui luas, tempat letaknya di mana, dan nomor sertifikat yang ini ada di mana. Itu tak pernah ada, namun tiba-tiba keluar aja.
"Kemudian hari ini ada costatering untuk penyocokan hasil keputusan pengadilan Nomor 29 tahun 2015 dengan kondisi fakta yang ada di tempat. Nah setelah dicocokkan itu ternyata ada dari nomor sertifikat yang sudah tidak ada, kemudian dari luas tanah pun juga berkurang banyak," ulasnya.