Khine, yang berusia pertengahan 20-an itu, adalah bagian dari komunitas seniman yang berbasis di Yangon, kota terbesar di Myanmar.
Sejak peristiwa kudeta, mereka mulai menciptakan gambar-gambar yang mencolok dan sering kali menyindir dan menyebarkannya sebagai bagian dari kampanye pembangkangan sipil di media sosial serta keluar di jalanan.
Baca Juga: Baru 11 Bulan Berdiri, Aplikasi Clubhouse Trending, Elon Musk hingga Ronger Stone Telah Bergabung
Gambar-gambar tersebut menampilkan slogan-slogan ironis, ilustrasi lucu para pemimpin militer dan penghormatan tiga jari yang dipopulerkan selama protes pro-demokrasi tahun lalu di Thailand.
Khine mengatakan para seniman menanggapi kudeta dengan kecerdasan dan "energi yang berlimpah".
Karya Khine dan rekan-rekan senimannya menunjukkan betapa gerakan protes telah berubah dari bentrokan jalanan tahun 2007 dan 1988.
Hal itu terjadi ketika Myanmar sebagian besar terisolasi dari seluruh dunia oleh puluhan tahun pemerintahan militer yang brutal.
Didorong oleh pemuda Burma yang tumbuh dewasa dengan akses internet dan kebebasan komparatif dalam dekade terakhir, gerakan pembangkangan sipil diorganisir secara online, terutama di Facebook, media sosial yang sangat populer di negara tersebut.
Para pengunjuk rasa berbagi gambar di media sosial, dan telah melihat taktik dan slogan gerakan di Hong Kong dan Thailand untuk mendapatkan inspirasi.