Berisiko Memicu Konflik Baru, Klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan Mengusik Indonesia dan Malaysia

9 Juni 2020, 09:50 WIB
KONFLIK Laut Cina Selatan /AFP via Los Angeles Times

PR CIREBON - Tiongkok semakin agresif mengklaim kepemilikannya di Laut Cina Selatan. Hal ini berpotensi memicu perang di wilayah ini apalagi klaim Tiongkok itu mengusik kedua kekuatan utama di kawasan milik Indonesia dan Malaysia.

Para pengamat internasional mengkhawatirkan kondisi ini bisa meningkatkan tekanan terhadap Indonesia dan Malaysia sebagai kekuatan utama di kawasan untuk mengambil sikap atas klaim Tiongkok.

Kapal-kapal Tiongkok dan Malaysia terperangkap dalam konflik besar selama lebih dari satu bulan sejak awal tahun 2020 di dekat Pulau Kalimantan di Laut Cina Selatan. Konflik itu terjadi saat kapal Malaysia, Capella Barat, tengah mencari sumber daya di perairan yang juga diklaim Beijing.

Baca Juga: Antisipasi Terjadinya Penyimpangan, TNI Polri Kawal Penyaluran Bansos di Kota Cirebon

Saat itu, sebuah kapal survei Tiongkok, disertai dengan kapal penjaga pantai, berlayar ke daerah tersebut dan mulai melakukan pemindaian, menurut gambar satelit yang dianalisis oleh Institut Transparansi Maritim Asia (AMTI).

Hal itu kemudian direspons Malaysia dengan mengerahkan kapal ke daerah itu, yang didukung kapal perang Amerika Serikat yang melakukan latihan bersama di Laut Cina Selatan.

Beijing mengklaim tengah melakukan kegiatan normal di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok. Kendati selama berbulan-bulan kapal-kapal Tiongkok dituding memburu kapal-kapal negara lain yang mencoba mengeksplorasi sumber daya di perairan yang diklaim Tiongkok miliknya.

Baca Juga: Penangkapan Terduga Teroris di Cirebon, Densus 88 Temukan Bukti Mengarah ke Aktivitas Teror

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari CNN, para ahli mengatakan, Tiongkok mengadopsi taktik yang semakin kuat dan berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.

Direktur AMTI, Greg Polling, mengatakan, Indonesia dan Malaysia menganggap gangguan Tiongkok ini lebih serius daripada sebelumnya.

Saat ini, kapal-kapal Tiongkok memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena keberadaan pulau-pulau buatan Beijing di Laut Cina Selatan.

Baca Juga: Terungkap Buku Putih Tiongkok yang Beberkan Kronologi Awal Pandemi Covid-19 di Wuhan

"Pulau-pulau buatan itu menyediakan pangkalan terdepan untuk kapal-kapal Tiongkok, dan hal itu secara efektif telah mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara yang berada di garis depannya," ujar Polling.

Ia kemudian menambahkan bahwa pada hari tertentu, di sana terdapat sekitar selusin kapal penjaga di Kepulauan Spratly dan sekitar seratus kapal nelayan yang siap berangkat.

Laut Cina Selatan adalah daerah yang paling diperebutkan di dunia, dengan tumpang tindih klaim dari Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan dan Indonesia. 

Baca Juga: Calon Jemaah Haji Gagal Berangkat ke Tanah Suci, Biaya Pelunasan Bisa Diambil 

Klaim teritorial Beijing, yang dikenal dengan sembilan garis putus-putus, karena tanda yang tercetak peta Tiongkok di wilayah tersebut, sejauh ini merupakan yang terbesar dan mencakup hampir keseluruhan Laut Cina Selatan, dari Pulau Hainan hingga ke puncak Natuna di Indonesia.

Kendati klaim Tiongkok tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional dan dinyatakan tidak sah dalam putusan pengadilan internasional tahun 2016.

Meski demikian, sejak 2015, Tiongkok mulai meningkatkan ambisi teritorialnya dengan membangun pulau-pulau buatan di atas terumbu dan beting di Laut Cina Selatan dan kemudian memiliterisasi daerah itu dengan fasilitas pelabuhan, dan landasan pesawat tempur.

Baca Juga: 16 Tuduhan Anti Dumping Muncul di tengah Pandemi, Berikan Indonesia Potensi Rugi hingga Rp26,5 T

"Pulau-pulau ini penuh dengan radar dan kemampuan pengawasan, mereka melihat semua yang terjadi di Laut Cina Selatan. Di masa lalu, Tiongkok tidak tahu di mana kamu mengebor. Sekarang mereka pasti tahu," ujar Polling.

Para ahli mengatakan, Beijing telah menciptakan armada penjaga pantai dan kapal penangkap ikan yang dapat dikerahkan di Laut Cina Selatan untuk mengganggu kapal penuntut lain atau berlayar di daerah yang sensitif secara politik.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: CNN

Tags

Terkini

Terpopuler