16 Tuduhan Anti Dumping Muncul di tengah Pandemi, Berikan Indonesia Potensi Rugi hingga Rp26,5 T

- 8 Juni 2020, 19:50 WIB
ILUSTRASI industri, manufaktur, pabrik.* /PIXABAY
ILUSTRASI industri, manufaktur, pabrik.* /PIXABAY /

PR CIREBON - Sektor perdagangan ekspor Indonesia tengah menghadapi masalah usai 16 mitra dagang terungkap melakukan inisiasi tuduhan trade remedy terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.

Terlebih, tuduhan trade remedy itu muncul saat pandemi corona masih melanda Indonesia. Sehingga, bila semua tuduhan tersebut terjadi, maka Indonesia terancam kehilangan devisa sebesar 1,9 miliar Dolar AS atau Rp 26,5 triliun.

Seperti yang diberitakan Pikiran Rakyat, Plt Direktur Jenderal Luar Negeri Kemendag, Srie Agustina mengatakan 16 tuduhan baru terjadi selama masa pandemi Covid-19.

Lebih detail, sebanyak delapan produk akan mendapat tuduhan baru anti dumping dan safeguard, di antaranya monosodium glutamat, produk baja, produk aluminium, produk kayu, produk benang tekstil, bahan kimia, mattress bed dan produk otomotif.

"Ini bisa menyebabkan hilangnya devisa negara yang diperkirakan senilai USD 1,9 miliar atau setara Rp 26,5 triliun. Suatu angka yang tidak sedikit di tengah kita membutuhkan sumber sumber devisa negara (saat pandemi)," ungkap Srisaat menjadi pembicara kunci dalam seminar daring pada Senin 8 Juni 2020.

Trade remedy adalah instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian atau ancaman akibat praktek perdagangan tidak adil. Hal ini diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan prakteknya bisa berupa bea masuk anti dumping (BMAD) ataupun bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.

Selama ini, Indonesia berada pada peringkat delapan negara yang paling sering menjadi target dalam penyelidikan dan penerapan anti dumping measure di dunia. Negara-negara yang paling sering menuduh Indonesia dengan instrumen remedy tercatat adalah India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 37 kasus, ASEAN 34 kasus dan Australia 28 kasus.

Sementara itu, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengatakan alasan semakin kuatnya tuduhan dumping terhadap produk ekspor Indonesia adalah akibat pertumbuhan ekonomi global yang mengalami kontraksi di tengah pandemi Covid 19.

Lebih lengkap, Bachrul menjelaskan nyaris semua negara melakukan tindakan memberikan insentif untuk ekspor, serta berupaya menghambat impor.

"Dalam konteks pasar tujuan ekspor Indonesia sudah terlihat tendensi peningkatan penggunaan 'trade remedy tools' berupa tindakan anti dumping, tindakan anti-subsidi, dan safeguard," jelas Bachrul.

Halaman:

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x