Putusan Pengadilan Uni Eropa Mengancam Wanita Muslim Harus Lepas Jilbab Saat Bekerja

15 Juli 2021, 21:40 WIB
Ilustrasi. Pengadilan Uni Eropa memutuskan bagi perusahaan bisa melarang pekerja wanita muslim untuk melepas jilbab saat bekerja. /Pixabay.com/hosny_salah

PR CIREBON - Belum lama ini, beredar kabar bahwa wanita Muslim di Uni Eropa harus menghadapi ancaman lepas jilbab saat bekerja.

Hal itu berdasarkan keputusan pengadilan tinggi Uni Eropa pada hari Kamis, 15 Juli 2021, dalam putusan pada dua kasus yang dibawa oleh wanita di Jerman yang diskors dari pekerjaan mereka karena mengenakan jilbab.

Namun, perusahaan di mana tempat para wanita Uni Eropa bekerja hanya dapat melarang karyawati Muslim mengenakan jilbab dalam kondisi tertentu saja.

Baca Juga: Diprotes Netizen Karena Sering Posting Soal Covid-19, Imam Darto: Ternyata Argumennya Gitu Doang elah ...

Masalah jilbab, khususnya jilbab tradisional yang dikenakan di kepala dan bahu, telah menyebabkan kontroversi di seluruh Eropa selama bertahun-tahun dan menggarisbawahi perbedaan tajam dalam mengintegrasikan Muslim.

Dalam kasus yang dibawa ke pengadilan, baik wanita Muslim yang merupakan pengasuh berkebutuhan khusus di pusat penitipan anak di Hamburg yang dikelola oleh asosiasi amal.

Dan, satu wanita lagi seorang kasir di rantai toko obat Mueller, tidak mengenakan jilbab ketika mereka mulai bekerja, tetapi memutuskan untuk melakukannya bertahun-tahun kemudian setelah kembali dari cuti orang tua.

Baca Juga: Inilah Catatan Penting Ridwan Kamil, Tentang Komunikasi Publik Terkait Covid-19 di Indonesia

Mereka diberitahu bahwa ini tidak diperbolehkan, dan pada titik yang berbeda diskors, disuruh bekerja tanpa itu atau ditempatkan pada pekerjaan yang berbeda, yang ditunjukan dokumen pengadilan setempat.

Pengadilan Uni Eropa harus memutuskan dalam kedua kasus apakah pelarangan jilbab di tempat kerja merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama atau diizinkan sebagai bagian dari kebebasan untuk menjalankan bisnis dan keinginan untuk memproyeksikan citra netralitas kepada pelanggan.

Tanggapannya adalah bahwa larangan seperti itu dimungkinkan jika dibenarkan oleh kebutuhan majikan untuk menampilkan citra netral.

Baca Juga: Lina Jubaedah Pernah Sebut 2021 Akan Menjadi Tahun untuk sang Anak, Putri Delina: Kita Engga Lupain Mamah ....

“Larangan mengenakan segala bentuk ekspresi keyakinan politik, filosofis atau agama yang terlihat di tempat kerja dapat dibenarkan oleh kebutuhan majikan untuk menghadirkan citra netral terhadap pelanggan atau untuk mencegah perselisihan sosial,” menurut keterangan pengadilan.

“Akan tetapi, pembenaran itu harus sesuai dengan kebutuhan sejati dari pihak pemberi kerja,” sambungnya, seperti dikutip PikiranRakyat.Cirebon.com dari Reuters, Kamis, 15 Juli 2021.

Dalam kasus karyawan pusat perawatan, pengadilan mengatakan aturan yang dipermasalahkan tampaknya telah diterapkan secara umum dan acuh tak acuh, karena majikan juga mengharuskan karyawan yang mengenakan salib agama untuk menghapus tanda itu.

Baca Juga: Presiden Jokowi Luncurkan Paket Gratis Obat Isoman untuk Wilayah Indonesia yang Beresiko Tinggi Covid-19

Dalam kedua kasus tersebut, sekarang terserah pada pengadilan nasional untuk memutuskan apakah ada diskriminasi.

Pengadilan Uni Eropa telah memutuskan pada 2017 bahwa perusahaan dapat melarang staf mengenakan jilbab dan simbol agama lain yang terlihat dalam kondisi tertentu, memicu reaksi di antara kelompok-kelompok agama.

Lebih dari 5 juta Muslim tinggal di Jerman, menjadikan mereka kelompok minoritas agama terbesar di sana.

Baca Juga: Simak! Berikut adalah 6 Zodiak yang Lebih Mementingkan Orang Lain daripada Diri Sendiri

Larangan jilbab bagi perempuan di tempat kerja telah menjadi isu hangat yang diperebutkan di Jerman selama bertahun-tahun, sebagian besar berkaitan dengan calon guru di sekolah negeri dan hakim peserta pelatihan.

Hal tersebut selama ini belum menjadi tema utama dalam kampanye pemilihan legislatif tahun ini.

Di tempat lain di Eropa, pengadilan juga harus melihat di mana dan bagaimana jilbab terkadang dilarang di tempat kerja.

Baca Juga: Hadiri Peresmian Gerai Vaksin Keliling, dr. Tirta: Bisa Menjangkau Lebih Banyak Warga di Jakarta

Pengadilan tinggi Prancis pada tahun 2014 menguatkan pemecatan seorang pekerja penitipan anak Muslim karena mengenakan jilbab di sebuah crèche pribadi yang menuntut netralitas yang ketat dari karyawan.

Prancis, rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa, melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri pada 2004.

Namun, Mahkamah Konstitusi Austria telah memutuskan bahwa undang-undang di sana yang melarang anak perempuan berusia hingga 10 tahun mengenakan jilbab di sekolah adalah diskriminatif.***

Editor: Aghnia Nurfitriani

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler