Peneliti LIPI Ungkap Alasan Virus Corona Lebih Lambat Bermutasi Dibanding Virus Influenza

7 Mei 2020, 13:00 WIB
ILUSTRASI virus corona COVID-19.* /pixabay

PIKIRAN RAKYAT – Virus Corona ternyata mengalami perlambatan mutasi dibandingkan dengan virus influenza. Hal tersebut diungkap oleh seorang Ahli bernama Sugiyono.

Peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono mengatakan, virus SARS-CoV-2 lebih lambat mengalami mutasi dibandingkan dengan virus influenza.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Cirebon Kamis, 7 Mei 2020: BMKG Prediksi Kota Udang Hujan Lokal

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs Antara, Sugiyono menuturkan, ada korelasi antara semakin pendek genom maka kecepatan mutasinya semakin tinggi. Sebaliknya, semakin panjang ukuran genom maka semakin rendah kecepatan mutasinya.

"Di antara RNA virus, coronavirus sebetulnya cenderung lebih lambat mutasinya dibandingkan dengan influenza virus," kata Sugiyono, Rabu 6 Mei 2020.

Sebagai perbandingan, ukuran genom SARS-CoV-2 isolate Wuhan Hu-1 adalah 29.903 basa. Sedangkan, ukuran genom H1N1 influenza virus adalah kurang dari setengahnya, yaitu sekitar 13.500 basa.

Baca Juga: Buat Video Prank Bantuan Sosial Isi Sampah, Polrestabes Bandung Amankan 1 dari 3 Pelaku

"Harapannya, lebih lambatnya mutasi SARS-CoV-2 ini memang disebut potensial untuk melakukan pengembangan vaksin dengan efektivitas yang lebih tahan lama, paling tidak dibandingkan dengan influenza virus," ujarnya.

Umumnya, virus yang memiliki material genetik berupa RNA memiliki kecepatan mutasi (mutation rate) yang tinggi dibandingkan dengan virus dengan material genetik DNA atau dibandingkan dengan organisme lain seperti bakteri dan protozoa.

Baca Juga: Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19: Tak Sadar, Banyak ODP dari Kalangan Muda

"Secara general mutasi virus memang bagian dari siklus hidupnya," tuturnya.

Sugiyono menambahkan, mutasi belum tentu berdampak pada karakteristik virus. Sebab, ada mutasi yang tidak selalu menyebabkan virus menjadi lebih infeksius atau lebih tinggi virulensinya.

Itu dinamakan 'silent mutation', yang berarti mutasi memang terjadi tetapi tidak memiliki efek pada karakteristik virus.

Baca Juga: Moda Transportasi Dibuka, Benarkah Pejabat Negara Boleh Kunjungan ke Luar Daerah?

"Biasanya kalau mutasinya signifikan itu baru menimbulkan efek atau berpengaruh terhadap karakteristik virus tersebut," lanjutnya.

Kecepatan mutasi juga menjadi pertimbangan dalam pembuatan vaksin. Bagi virus yang cepat bermutasi, maka vaksin harus ditinjau dalam jangka waktu tertentu.

Seperti vaksin influenza. Apabila efektivitasnya turun, maka vaksin influenza perlu diperbarui agar efektif memberikan proteksi terhadap yang divaksin.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler