Banyak Tak Diketahui, Facebook Jadi Tempat Pelecehan Online hingga Buat Kapok Main Medsos

- 5 Oktober 2020, 20:37 WIB
Ilustrasi media sosial.
Ilustrasi media sosial. /PIXABAY
PR CIREBON - Pelecehan online yang kerap terjadi mendorong para perempuan untuk kapok dan berhenti bermain media sosial, termasuk Facebook, Instagram, dan Twitter. Menurut studi global baru, hampir 60 persen dari anak-anak itu mengalami pelecehan.

Satu dari lima anak perempuan dan perempuan muda telah meninggalkan atau menghentikan penggunaan platform media sosial setelah menjadi target pelecehan, beberapa dari mereka mengatakan bahwa pelecehan dimulai kerika mereka masih berusia delapan tahun, hal itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kelompok Kesetaraan Perempuan Plan Internasional.

"Anak perempuan dibungkam oleh tingkat pelecehan yang berdampak buruk di media sosial," kata Kepala Eksekutif Organisasi, Anne-Birgitte Albrectsen, Minggu.
 
 
Serangan paling umum terjadi di Facebook, di mana 39 persen gadis yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah dilecehkan, diikuti oleh Instagram yang mencapai 23 persen, Whatsapp 14 persen, Snapchat 10 persen, Twitter 9 persen, dan TikTok 6 persen.

Badan amal tersebut, yang akan membagikan laporan tersebut dengan perusahaan media sosial dan legislator di seluruh dunia, mengatakan pelecehan itu menekan suara anak perempuan pada saat pandemi Covid-19 meningkatkan pentingnya komunikasi online.

Badan amal ini meminta perusahaan media sosial untuk mengambil tindakan segera, mengatasi masalah ini dan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan undang-undang untuk menangani pelecehan online.

 
Studi tersebut menemukan bahwa alat pelaporan tidak efektif dalam menghentikan penyalahgunaan, termasuk pesan eksplisit, foto porno, dan cyberstalking.

Menurut jajak pendapat tersebut, hampir setengah dari gadis yang menjadi target diancam dengan kekerasan fisik atau seksual. Banyak yang mengatakan pelecehan itu menimbulkan korban jiwa, dan seperempatnya merasa tidak aman secara fisik.

"Ini harus dihentikan. Anak perempuan seharusnya tidak dihadapkan dengan perilaku online seperti yang terjadi di jalanan itu," kata laporan itu.

 
Facebook dan Instagram mengatakan mereka menggunakan kecerdasan buatan untuk mencari konten penindasan, terus memantau laporan pelecehan pengguna, dan selalu menghapus ancaman pemerkosaan.

Twitter juga mengatakan pihaknya menggunakan teknologi untuk menangkap konten yang menyinggung dan telah meluncurkan alat untuk meningkatkan kontrol pengguna atas percapakan mereka.

Survei tersebut telah diikuti oleh 14.000 gadis dan wanita muda berusia 15 hingga 25 tahun di 22 negara termasuk Brasil, India, Nigeria, Spanyol, Thailand, dan Amerika Serikat. Kutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Aljazeera.

 
Dalam surat terbuka ke Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter, gadis-gadis dari seluruh dunia meminta perusahaan media sosial untuk menciptakan cara yang lebih efektif untuk melaporkan pelecehan.

"Kami menggunakan (platform)  tidak hanya untuk terhubung dengan teman, tetapi juga untuk membawa dan menciptakan perubahan. Tapi platform itu tidak aman. Kami dilecehkan dan disalahgunakan oleh mereka. Setiap hari," kata mereka dalam tulisannya.

"Saat pandemi global ini menggerakkan hidup kita ke dunia online, kita jadi lebih berisiko dibanding sebelumnya."

Plan Internasional juga mendesak perusahaan untuk berbuat lebih banyak meminta pertanggungjawaban mereka yang berada di balik penyalahgunaan tersebut, dan untuk mengumpulkan data tentang skala masalahnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x