Kuota Belajar Minim Manfaat, FSGI: Kemendikbud Harus Tambah Aplikasi yang Belum Jadi Rujukan

- 5 Oktober 2020, 14:48 WIB
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) /FSGI

PR CIREBON - Kegiatan proses belajar mengajar tetap berlangsung di tengah Pandemi Covid-19, melalui metode pembelajaran daring.  

Untuk memudahkan proses belajar mengajar berbasis internet tersebut, Kemendikbud memberikan bantuan subsidi kuota internet gratis kepada para pelajar maupun tenaga pendidik agar kegiatan pembelajaran secara daring dapat terlaksana.

Sementara itu, kuota data internet gratis tersebut dibagi menjadi dua, yaitu kuota umum dan kuota belajar. Sementara itu, untuk pembagian jumlah kuota umum lebih sedikit ketimbang jumlah kuota belajar.

Baca Juga: 4.600 Hektare Lahan Terdampak Kebakaran Hutan di Selandia Baru, Lengkap dengan Puluhan Rumah Hancur

Diketahui, jumlah kuota umum yang diberikan rata-rata berjumlah 5 GB, semetara untuk kuota belajar berjumlah 15-45 GB yang disesuaikan berdasarkan tingkatan sekolahnya.

Sedangkan para pelajar maupun pendidik lebih banyak menggunakan kuota umum untuk proses pembelajarannya. Sehingga pembagian jumlah kuota tersebut dinilai kurang tepat.

Hal itu, disebabkan karena kuota belajar hanya dapat digunakan untuk membuka aplikasi layanan pendidikan yang jumlahnya pun terbatas, serta belum tentu aplikasi tersebut yang dipakai belajar daring selama ini.

Merujuk pada hasil survey KPAI sebelumnya, mengatakan kuota belajar berpotensi mubazir karena minim manfaat. Sebab, mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang difasilitasi oleh kuota umum. 

Baca Juga: Marsekal TNI Hadi Tjahjanto Terharu, Kapolri Diam-diam Beri Kejutan di HUT KE-75 TNI

Untuk itu, agar kuota belajar yang diberikan tersebut tidak dinilai mubazir, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta Kemendikbud menambah aplikasi yang belum menjadi rujukan dalam kuota belajar.

FSGI menilai, ada sejumlah aplikasi yang tidak familiar di dalam kuota belajar.

Wasekjen FSGI Fahriza Marta Tanjung mengatakan, memang Kemendikbud sudah menjelaskan daftar di dalam kuota belajar masih bisa ditambah. Namun, menurutnya, Kemendikbud harus menjelaskan ke publik bagaimana cara melaporkannya dan membuat mekanisme khusus.

"Perlu adanya mekanisme dan prosedur yang jelas, siapa yang melaporkan, kepada siapa, apa yang dilaporkan, bagaimana cara pelaporannya, dan kapan dilaporkan," tutur Fahriza, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI,  Senin 5 Oktober 2020.

Baca Juga: Luhut Urus Covid-19 Belum Berhasil, Pengamat: Sejak Awal Presiden Jokowi Cukup Tunjuk Menkes Aja

Selain itu, FSGI juga mendesak agar aplikasi yang dibangun dan dikembangkan oleh sekolah atau pemerintah daerah dimasukkan ke dalam daftar aplikasi di kuota belajar.

Hal ini bertujuan agar anggaran yang sudah dikeluarkan oleh sekolah dan pemerintah daerah tidak sia-sia.

"Apalagi kami melihat bahwa aplikas-aplikasi (laman) milik kampus yang berjumlah 401 dapat difasilitasi,"ucapnya.

Ia memandang jika Kemendikbud tidak memasukkan aplikasi yang dimaksud ke dalam kuota belajar, maka perlu ada perubahan persentase kuota.

"Kuota umum harus diperbanyak agar masyarakat bisa membuka aplikasi atau laman yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran," ujarnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x