Penundaan Vaksinasi Didukung PKS: Vaksin Covid-19 Belum Penuhi Standar EUA, BPOM Tunda Beri Izin

- 19 November 2020, 07:08 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati //Antara News

PR CIREBON -  Partai Keadilan Sosial (PKS) mendukung keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang belum bisa memberikan izin penggunaan darurat atas vaksin Covid-19 sehingga membuat rencana vaksinasi tertunda.

Anggota Fraksi PKS DPR RI Kurniasih Mufidayati dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu 18 November 2020, menerangkan bahwa dasar penerapan dan penggunaan Emergency Use Authorization (EUA) terhadap vaksin memerlukan prasyarat yang ketat.

Pertama, telah ditetapkan situasi kedaruratan oleh pemerintah pusat. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait dengan aspek pengamanan, dan khasiat dari obat untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit.

Baca Juga: Hanya Anies Baswedan Bisa Jawab, PMJ: Status PSBB Transisi DKI Jakarta, kok Tak Ada dalam Acara HRS?

Ketiga, kata anggota Komisi IX DPR RI ini, memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan cara pembuatan obat yang baik.

Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dibanding risiko didasarkan pada kajian, data non klinik obat untuk indikasi yang diajukan.

“Kelima, belum ada penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosis,” ujarnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Rencananya, vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan dilakukan di akhir tahun 2020. Namun, rencana tersebut tampaknya baru bisa direalisasikan awal tahun 2021 terkait dengan izin penggunaan darurat yang belum bisa diberikan oleh BPOM.

Baca Juga: Apakah Vaksin Covid-19 Bisa Membentuk 'Herd Immunity'? Berikut Penjelasan Para Ahli

“Pada intinya, vaksin tersebut harus berkhasiat, aman, dan bermutu demi keselamatan warga. Itu yang jadi pegangan utama,” ujarnya.

“Pada saat ini, jika melihat perkembangan pembuatan vaksin di Indonesia, baik vaksin dari luar negeri seperti Sinovac maupun dari dalam negeri vaksin merah putih, maka belum memenuhi standar dan prasyarat yang ditentukan untuk UEA,” lanjutnya.

Dia mencontohkan vaksin Sinovac yang di dalam negeri masih dalam tahap pengujian, sedangkan di luar negeri masih memasuki uji klinis tahap 3 dan belum terlihat hasilnya.

“Indonesia memulai uji klinis terlambat 1 bulan dibandingkan negara Chili, Turki, Brazil, dan Uni Emirat Arab,” terang dokter lulusan Universitas Indonesia itu.

Baca Juga: Pemanggilan Anies Baswedan Berlebihan, Fadli Zon: Diskriminasi Hukum, Bertindak Tebang Pilih

Dari awal, lanjut dia, sudah diprediksi analisis interim melibatkan 540 subjek mungkin baru bisa Desember 2020. Bahkan, analisis lengkap mungkin pada bulan Maret 2021.

"Jadi, masyarakat justru kaget dengan berita launching vaksin November 2020 oleh Pemerintah,” katanya.

Mufida mengingatkan semua pihak terkait, terutama pemerintah, agar berbicara berdasarkan perkembangan aktual dan faktual atas pengujian vaksin tersebut.

“Kami percaya bahwa jika data dan hasil pengujian tersebut telah memenuhi syarat, EUA akan dapat dikeluarkan. Jadi, saat ini kita percayakan pada pemerintah, yaitu Kementerian Kesehatan dan BPOM sebagai garda depan pengujian atas vaksin yang ada,” katanya.

Baca Juga: Penyebaran Covid-19 di Pilkada 2020 Nyata, Satgas Jember: Kampanye Penyebab Kasus Positif Bertambah

Jangan sampai, kata dia, memberikan angin segar kepada masyarakat tanpa berdasar hasil kajian yang telah ditetapkan.

“Pemberian vaksin adalah tindakan medis oleh tenaga medis. Jadi, ada hubungan  dokter dan pasien. Kepercayaan soal efektif tidaknya suatu tindakan medis wajib berdasarkan data uji klinis. Jadi, mari kita tidak terburu-buru soal vaksin karena data hasil uji klinis belum utuh,” pungkasnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah