Habib Rizieq Disebut akan Seperti Ulama Turki Fetullah Gulen Jika Tidak Diizinkan Pulang

- 7 November 2020, 08:44 WIB
Habib Rizieq Shihab: Habib Rizieq Shihab disebutkan akan seperti ulama Turki Fetullah Gulen yang mengendalikan politik jika tak diizinkan pulang.
Habib Rizieq Shihab: Habib Rizieq Shihab disebutkan akan seperti ulama Turki Fetullah Gulen yang mengendalikan politik jika tak diizinkan pulang. /Antara

Tetapi setidaknya kita bisa belajar dari sejarah, bahwa banyak orang yang menjadi lebih populer setelah terasingkan.

"Popularitas adalah modal dasar penguatan politik, dan Rizieq sudah saatnya untuk pulang jauh sebelum perhelatan politik 2024 nanti. Meski ia bukan Gandhi, bukan Mandela, Khomeini, apalagi Soekarno, tapi ketidak-hadiran satu sosok pada magnitude politiknya, akan semakin membesarkan namanya," paparnya.

Baca Juga: Virus Corona Bermutasi, Denmark Musnahkan 15 Juta Cerpelai yang Dianggap Menyebarkan Mutasi Covid-19

Di sisi lain, ia melihat kedatangan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq ke tanah air pada 10 November 2020 akan meningkatkan popularitas kelompok politik kanan.

"Kedatangan Rizieq adalah redupnya akrobat politik Shobri Lubis, Haikal Hasan, Munarman, Bamukmin dan 212," ujarnya.
Menurutnya, Rizieq akan melakukan "bargaining" politik FPI pada tingkat elit, bukan pada kelas politik menengah seperti yang dilakukan "para dayangnya" selama ini. "Sebelum 2024 semakin dekat, saatnya Rizieq pulang," ujarnya.

Kedatangan Habib Rizieq, lanjutnya adalah sebuah euforia. "Ini pasti. Tapi Rizieq Shihab adalah manusia biasa, yang juga akan mengalami disorientasi pemujaan - dalam istilah psikologi: "vain cult" - dan penurunan popularitas akibat proses kognitif massa," ungkapnya.

Baca Juga: Presiden Macron Dituduh Menyebarkan 'Berita Palsu' Tentang Gadis Muslim yang Dilecehkan

Islah meyakini kepulangan Rizieq tidak akan bermakna apa-apa, meski tentunya akan menambah spektrum konstelasi politik kita.
"Rizieq sebagai sosok andalan dari kelompok politik kanan, juga tidak akan berpengaruh secara signifikan," jelasnya.

Secara elektoral sejak 2014, sambungnya, angka prosentasenya tidak pernah berubah. "Massanya tetap yang itu-itu saja," jelasnya.
Kedatangan Rizieq Shihab, lanjutnya bukanlah kedatangan Khomeini yang muncul setelah api revolusi selesai.

"Karpet merah digelar bagi Khomeini saat itu, karena sosok sang Imam harus muncul dari pengasingan politik demi menyatukan berbagai faksi yang ikut serta dalam revolusi Iran," imbuhnya.

Halaman:

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah