Boikot Produk Prancis, LDII Sebut Ini Jadi Momentum untuk Umat Islam Menciptakan Kemandirian

- 3 November 2020, 20:17 WIB
Pj Ketua Umum DPP LDII Ir. H. Chriswanto Santoso dalam acara pembekalan organisasi DPD LDII Wonogiri: LDII sebut dengan memboikot produk Prancis hal ini bisa jadi momentum untuk umat Islam agar lebih mandiri tidak tergantung pada produk luar.
Pj Ketua Umum DPP LDII Ir. H. Chriswanto Santoso dalam acara pembekalan organisasi DPD LDII Wonogiri: LDII sebut dengan memboikot produk Prancis hal ini bisa jadi momentum untuk umat Islam agar lebih mandiri tidak tergantung pada produk luar. //LDII

Dengan begitu, ketergantungan Indonesia terhadap Prancis atau negara-negara lainnya bisa berkurang serta neraca perdagangan pun bisa dijaga agar seimbang, bahkan selalu surplus.

Ketua DPP LDII itu mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron, terkait kartum Nabi Muhammad SAW. Di lain hal, dia juga tidak membenarkan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh Abdullakh Anzorov terhadap seorang guru yang mempertontonkan karikatur Rasulullah SAW.

“Islam menolak kekerasan dan menyayangkan tindakan yang dilakukan Abdullakh Anzorov. Tapi, kebijakan Macron yang memperbolehkan kartun mengenai Nabi Muhammad kami kecam,” kata dia.

Baca Juga: Hadiri Rakornas FKUB, Ma’ruf Amin Sebut Moderasi Beragama Kunci Terciptanya Toleransi dan Kerukunan

Chriswanto mengatakan aksi boikot terhadap produk-produk Prancis bisa menjadi pelajaran bagi negeri itu. Jangan sampai kebebasan berekspresi digunakan untuk menghina agama lain.

Sementara itu, Anggota Dewan Pakar DPP LDII Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, Arief Iswanto, mengatakan kemandirian, terutama di bidang pangan masih menjadi problematika di indonesia.

“Kemandirian pangan itu penting, karena tantangan pada masa depan adalah kelangkaan pangan,” kata dia.

Baca Juga: Bela Presiden Macron yang Banyak Dikecam, Menlu UEA : Dia Tidak Ingin Mengisolasi Muslim di Barat

Menurut Arief, Indonesia dengan luas 1,9 juta kilometer persegi tetapi masih menjadi importir pangan dan produk turunannya.

“Padahal bila dihitung kebutuhan pangan per provinsi, kita bisa menemukan angka produksi dan kebutuhan pangan masyarakat,” pungkas Arief.***

Halaman:

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah