Perkataan Presiden Macron Sulut Kemarahan Umat Islam Dunia, SBY: Jangan Sampai Kita Terpecah Belah

- 2 November 2020, 09:52 WIB
Mantan Presiden Indonesia yang ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Mantan Presiden Indonesia yang ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /Tangkapan layar Instagram/@presidenyudhoyonoalbum

PR CIREBON - Menanggapi isu yang menimpa umat Islam di seluruh dunia saat ini, Mantan Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengatakan bahwa hak dan kebebasan itu sesungguhnya tidak mutlak. Tidak absolut, bagaimanapun tetap ada batasnya, Senin 2 November 2020.

"Tidakkan Universal of Human Rights yang diproklamasikan dan diadopsi oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, di negeri Anda sendiri Presiden Macron, menetapkan adanya pembatasan, atau limitation. Pembatasan itu berkaitan dengan penggunaan hak dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang," kata SBY dalam podcast yang diunggah di Youtube Susilo Bambang Yudhoyono pada Minggu 1 November 2020, dan disuarakan oleh Ossy Dermawan.

"Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights, menurut saya jiwa dan esensinya adalah penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban, dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum," ungkap SBY.

Baca Juga: DKI Jakarta Jadi Kota Terbaik dalam STA 2021, Refly Harun Ungkap Problematika Sesungguhnya

SBY berpendapat bahwa penggambaran karikatur tersebut masuk dalam lingkup pembatasan yang dia sebutkan. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Youtube Susilo Bambang Yudhoyono.

"Saya juga mengikuti putusan Mahkamah Hak Asasi Manusia Uni Eropa atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad, oleh seorang warga Austria, dalam sebuah seminar di tahun 2009," ujarnya.

Ketika itu, diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang kebebasan berpendapat dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Uni Eropa. Putusan mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus yang SBY katakan sebelumnya.

Baca Juga: Petinggi KAMI Ahmad Yani akan Diperiksa Bareskrim Polri Sebagai Saksi Kasus Ujaran Kebencian

Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil.

"Benar dan adil karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga hak perdamaian antar umat beragama di negeri itu. Cerita tentang putusan Mahkamah HAM Uni Eropa ini perlu saya angkat, untuk 2 alasan," katanya.

SBY menyatakan alasan yang pertama adalah, hal ini bisa menginspirasi dan menjadi pembanding bagi negara dan masyarakat Prancis, tentang batas-batas sebuah kebebasan.

Baca Juga: Ketua Klub Moge Letjen Djamari Didesak untuk Minta Maaf Terkait Kasus Pengeroyokan pada Prajurit TNI

"Saya tahu, Prancis adalah negara terkemuka dan punya peran penting di komunitas Uni Eropa bahkan di PBB. Saya berharap, jiwa dan esensi putusan Mahkamah HAM Uni Eropa tersebut juga menyiratkan nilai-nilai yang dianut oleh Uni Eropa secara keseluruhan," katanya.

Kemudian alasan kedua, cara yang ditempuh oleh komunitas Muslim di Austria tersebut juga bisa menginspirasi komunitas Muslim di negara lain, jika harus menuntut haknya karena agamanya dihina oleh pihak lain.

"Menurut saya cara itulah yang benar karena dilakukan secara damai dan konstitusional, ketimbang harus menggunakan kekerasan dan main hakim sendiri. Saya pikir itu dulu yang harus saya sampaikan," katanya.

Baca Juga: Merasa Umat Islam Diperlakukan Tidak Adil, Rocky Gerung: Ada Kontras pada Pancasila

SBY menyampaikan pesan untuk Presiden Macron bahwa dia sama dengannya, SBY mengaku kalau dia juga pencinta demokrasi.

"Saya menghormati hak-hak asasi manusia dan kebebasan. Namun, di sisi lain saya mencintai kedamaian dan perdamaian. Kedamaian mempersyaratkan hadirnya toleransi dan kerukunan antar masyarakat dan bangsa yang berbeda-beda identitasnya," urainya.

Karena itu dia berpendapat kalau saling menghormati, saling toleran, bertenggang rasa adalah kondisi yang harus dijaga dan dirawat dengan baik.

Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Emmanuel Macron, MUI Keluarkan Fatwa Mengimbau untuk Boikot Produk Prancis

"Hati dan pikiran saya tergerak untuk ikut mencari solusi yang tepat dan bijak atas benturan dan pertikaian yang tak kunjung henti ini," katanya.

SBY mengungkapkan, masalah dan benturan terjadi sejak penggambaran karikatur Nabi Muhammad di Denmark tahun 2005, penerbitan karikatur yang serupa oleh Charlie Hebdo di Paris tahun 2015, penerbitan ulang karikatur yang dimuat oleh Charlie Hebdo di tahun 2020 ini, dan yang paling akhir adalah dipertontonkannya karikatur Nabi Muhammad kepada publik akhir-akhir ini.

Tentu dibarengi dengan berbagai reaksi dan respons dari kalangan umat Islam, yang sebagian daripadanya dinilai melampaui batas dan tak bisa dibenarkan, jelasnya.

Baca Juga: Tumbuh dari Keluarga Egaliter, Rocky Gerung: Setiap Orang Punya Macam-Macam Dimensi

"Jangan salah sangka, saya juga mengecam aksi-aksi teror dan kekerasan lainnya yang terjadi di Prancis, sehubungan dengan kemelut karikatur Nabi Muhammad itu. Atas nama apapun, tindakan terorisme itu tidak bisa dibenarkan. Kita, dan saya yakin seluruh pemimpin di dunia, berada dalam satu perahu yang sama dalam soal ini. Yang saya pikirkan adalah bagaimana agara aksi teror itu tak lagi terjadi, baik di Prancis maupun di wilayah manapun di dunia," katanya.

Dia menilai, ketika situasi sedang panas seperti ini, semestinya pemimpin dari pihak manapun, Barat maupun Islam, bisa menahan diri serta tidak memprovokasi dan mengagitasi, agar situasinya tidak semakin buruk dan berbahaya.

Yang diperlukan adalah kepedulian, tekad dan aksi nyata para pemimpin, untuk mencari solusi agar pertikaian ini tak terus berlangsung.

Baca Juga: Indonesia Disebut akan Jadi Pangkalan Militer Tiongkok, Menlu Retno Marsudi Angkat Bicara

"Atas pertimbangan itu semua, saya hanya ingin menyampaikan pesan dan harapan kepada Tuan Macron, Presiden Prancis, sebagaimana yang saya utarakan tadi. Harapan saya, saya yakin ini juga harapan umat Islam di dunia, mulailah dari menghentikan penggambaran dan publikasi karikatur Nabi Muhammad. Kalau bisa dilakukan, itu sebuah awal yang menjanjikan harapan," katanya.

"Kalau orang seperti saya berani mengatakan bahwa membunuh dan melakukan aksi kekerasan terhadap yang dinilai menghina Islam itu salah, artinya masih ada cara lain. Mestinya Anda juga berani mengatakan bahwa yang membuat dan mempertontonkan karikatur itu juga salah. Mulailah dari itu dulu, mari kita putus mata rantai, balas membalas yang bisa terus terjadi. Semoga duta besar Prancis untuk Indonesia, Bapak Olivier Chambard, berkenan mengkomunikasikan inti sari dari pesan dan harapan saya ini," ujar SBY.

SBY menyatakan, tak mudah memang untuk mengubah suatu keyakinan dan cara pandang. Seolah tak mungkin dilakukan. Bagi para pemimpin politik, seringkali harus berpikir 'beyond politics' manakala memasuki 'world of wisdom'.

Baca Juga: Presiden Prancis Lukai Hati Umat Islam, SBY: Hentikan Membuat Karikatur Nabi Muhammad

Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin yang hebat sering membuat sesuatu yang seolah tidak mungkin, menjadi mungkin.

"Khusus untuk saudara-saudara kami rakyat Indonesia, yang sangat majemuk dan berbeda-beda dalam identitas, jadikanlah isu yang saya angkat ini sebagai cermin," katanya.

Artinya tidak ada yang lebih baik untuk menjadikan Indonesia yang kita cintai ini sebagai tanah air yang damai, selain dengan senantiasa menjaga persatuan, kerukunan dan persaudaraan di antara kita semua. Identitas bukanlah untuk memisahkan kita.

Baca Juga: Tanggapi Persoalan Islamofobia, SBY Menilai Perlu Adanya Dialog di Antara Umat Islam dan Barat

"Keragaman identitas adalah anugerah Tuhan, yang harus kita syukuri untuk menjadikan bangsa kita besar dan kuat. Karenanya, jangan sekali-kali menjadikan identitas sebagai komoditas politik. Itu sangat berbahaya, jangan sampai kita menjadi bangsa yang terbelah," kata SBY.

Taman kehidupan yang harus kita bangun adalah suasana yang damai dan indah, di mana di antara kita terbangun sikap saling sayang menyayangi, sikap saling hormat menghormati serta saling bertoleransi dan bertenggang rasa.

SBY mengingatkan bahwa para pendiri republik mendambakan negeri ini menjadi rumah besar bagi semua. Rumah besar bagi bangsa yang adil dan makmur.

 

***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah