Pelajar Ikut Demo Terancam DO Hingga Tak Dapat SKCK, Koordinator P2G: Keliru Berikan Sanksi

- 19 Oktober 2020, 07:57 WIB
Pelajar yang ikut demo tolak UU Ciptaker terancam DO./Pikiran Rakyat
Pelajar yang ikut demo tolak UU Ciptaker terancam DO./Pikiran Rakyat /

PR CIREBON - Aksi unjuk rasa terkait penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, menuai banyak pertentangan dari berbagai pihak.

Pasalnya, UU tersebut dinilai hanya menguntungkan kaum kapitalis dan dianggap banyak merugikan kaum buruh.

Sementara itu, hal yang menjadi perhatian lain dalam aksi demo UU Ciptaker itu adalah banyaknya para pelajar yang diamankan oleh pihak kepolisian saat mengikuti aksi demo tersebut.

Baca Juga: Jadi Perhatian Utama, Bappenas Targetkan Peningkatan Kesehatan Mental di Indonesia

Sebelumnya sejumlah Kepala Dinas Pendidikan mengancam akan memberikan sanksi tegas berupa pemindahan sekolah hingga drop out bagi pelajar yang kedapatan mengikuti aksi demo.

Tak hanya itu, pihak kepolisian juga mengancam tidak akan memberikan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi siswa yang kedapatan terjaring dalam tindakan menolak UU Ciptaker tersebut.

Menanggapi hal itu, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, menilai adanya ancaman-ancaman yang diberikan kepada siswa tersebut tidak tepat dan terlalu berlebihan.

Baca Juga: Tiga Tahun Jadi Gubernur Jakarta, Dinilai Belum Berhasil, Golkar Justu Puji Setinggi Langit Anies

Pasalnya, dinas pendidikan tidak memiliki otoritas mengenakan sanksi kepada siswa, terkait dengan pembelajaran di sekolah atau lingkungan belajar yang tercantum dalam UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen dan UU Perlindungan Anak.

Hal itu disampaikan Satriwan saat melakukan webinar terkait Fenomena Demonstrasi Pelajar, Minggu 18 Oktober 2020.

"Keliru kalau memberikan sanksi dengan ancaman DO (drop out). Ini sudah enggak zaman. Karena dalam SE Mendikbud 2019, dikatakan dapat memberikan pendampingan dan pembinaan kepada peserta didik yang terdampak (ikut demo),” tuturnya dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Baca Juga: Empat Wilayah ini Berpotensi Bahaya Kekeringan Meteorologis, BNPB Keluarkan Surat Peringatan Dini

Selain itu, lanjutnya, bukan otoritas dinas pendidikan dan kepala daerah, bahkan presiden juga tidak bisa melakukan DO siswa.

“Jadi bagi kepala daerah yang mengancam siswa, ancaman DO, saya pikir kepala daerah itu tidak paham Undang-undang," katanya.

Menurut Satriwan, memilih ikut berdemonstrasi pelajar karena kesadaran politiknya. Namun, para pendidik juga perlu memberitahukan konsekuensinya.

Baca Juga: Investor Danai Perusahan Rintisan, Kadin Indonesia: Omnibus Law Berikan Banyak Insentif

Oleh karena itulah, ia menyarankan para siswa menyampaikan aspirasinya dalam ruang lingkup sekolah saja agar tidak mengancam nyawa anak itu sendiri.

Lanjutnya, pelajar menyampaikan pikiran atau pilihan politiknya bisa dengan teman-teman mereka, itu lebih baik dan aman, jadi kelompok pelajar saja.

“Kami sebagai guru dan orang dewasa wajib menyampaikan bahwa kalau ikut demo yang isu nasional dengan bergabung sama mahasiswa dan masyarakat umum, itu ada potensi eksploitasi dan kekerasan,” ujarnya. ***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x