Penolakan yang digaungkan oleh segenap masyarakat dan organisasi yang ada di Indonesia tidak diindahkan, karena RUU kontroversial tersebut telah resmi menjadi UU Cipta Kerja.
UU yang mendapat penolakan tersebut dinilai merugikan, salah satunya untuk kaum buruh perempuan. Selain itu, ada beberapa alasan lain terkait merugikannya UU tersebut, seperti yang dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari berbagai sumber. Berikut alasan kenapa UU Ciptaker ditolak.
Baca Juga: Omnibus Law Banyak Dipermasalahkan hingga Mogok Nasional, Menaker: Ini loh Isi RUU Cipta Kerja
1. Omnibus Law memperburuk hak perlindungan buruh perempuan
"UU Ciptaker tidak kenal cuti karena haid atau keguguran, karena hanya menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja," kata Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty di Jakarta, Senin 5 Oktober 2020. Lebih lanjut, Arieska menegaskan, penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja perlu disuarakan.
2. Merugikan Lingkungan dan sosial
Beberapa pengaturan dalam UU ini akan berimplikasi pada ketidakpastian aturan dan implementasi uji kelayakan lingkungan hidup, melemahnya instrumen pencegahan lingkungan hidup dengan dihapusnya izin lingkungan, dan pembatasan partisipasi publik.
Pada akhirnya, pengaturan ini akan menghambat investor untuk patuh terhadap standar kepatuhan lingkungan hidup dan sosial yang ditetapkan Lembaga Keuangan Internasional.
Lembaga Keuangan Internasional selaku aktor yang mengemban tanggung jawab menerapkan tata kelola yang baik untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, sangat berkepentingan dalam menjaga terpenuhinya standar tersebut sesuai tuntutan dari masyarakat internasional.
4. UU Cipta Kerja (Omnibus Law) mengindikasikan kemunduran dalam pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang seharusnya melandasi perekonomian nasional sesuai UUD 1945.
6. UU Cipta Kerja memiliki kemungkinan membuat buruh semakin miskin, memudahkan PHK, dan menurunkan daya tawar buruh.
Konsep merekrut dan memecat atau pasar kerja fleksibel di UU Cipta Kerja akan semakin memudahkan pengusaha dan menyengsarakan para pekerja outsourching dan kontrak. Terlebih dengan dikenakannya upah per jam.