Omnibus Law Disahkan, 7 Alasan UU Cipta Kerja Terima Banyak Penolakan dari Serikat Buruh

- 6 Oktober 2020, 13:01 WIB
UU Omnibus Law Resmi Disahkan, Arieska: Ini Hanya Memperburuk Hak Perlindungan Buruh Perempuan
UU Omnibus Law Resmi Disahkan, Arieska: Ini Hanya Memperburuk Hak Perlindungan Buruh Perempuan /ASPRILLA DWI ADHA
PR CIREBON - Disahkannya RUU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law telah memicu kemarahan berbagai serikat buruh. Tak sedikit masyarakat yang membagikan kekecewaannya terkait kesepakatan disahkannya RUU tersebut menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020 sore kemarin.

Penolakan yang digaungkan oleh segenap masyarakat dan organisasi yang ada di Indonesia tidak diindahkan, karena RUU kontroversial tersebut telah resmi menjadi UU Cipta Kerja.

UU yang mendapat penolakan tersebut dinilai merugikan, salah satunya untuk kaum buruh perempuan. Selain itu, ada beberapa alasan lain terkait merugikannya UU tersebut, seperti yang dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari berbagai sumber. Berikut alasan kenapa UU Ciptaker ditolak.

Baca Juga: Omnibus Law Banyak Dipermasalahkan hingga Mogok Nasional, Menaker: Ini loh Isi RUU Cipta Kerja

1. Omnibus Law memperburuk hak perlindungan buruh perempuan

"UU Ciptaker tidak kenal cuti karena haid atau keguguran, karena hanya menyebutkan cuti tahunan atau cuti panjang lainnya yang diatur dalam kerja," kata Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty di Jakarta, Senin 5 Oktober 2020. Lebih lanjut, Arieska menegaskan, penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja perlu disuarakan.

2. Merugikan Lingkungan dan sosial

Beberapa pengaturan dalam UU ini akan berimplikasi pada ketidakpastian aturan dan implementasi uji kelayakan lingkungan hidup, melemahnya instrumen pencegahan lingkungan hidup dengan dihapusnya izin lingkungan, dan pembatasan partisipasi publik.

Pada akhirnya, pengaturan ini akan menghambat investor untuk patuh terhadap standar kepatuhan lingkungan hidup dan sosial yang ditetapkan Lembaga Keuangan Internasional.

Lembaga Keuangan Internasional selaku aktor yang mengemban tanggung jawab menerapkan tata kelola yang baik untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, sangat berkepentingan dalam menjaga terpenuhinya standar tersebut sesuai tuntutan dari masyarakat internasional.

Dampak disahkannya UU Cipta Kerja memiliki kemungkinan untuk memperparah kerusakan iklim yang semakin masif, melanggengkan kondisi krisis dan menaruh rakyat di bawah ancaman bencana.
 
 
3. Cerminan semakin rendahnya komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya alam (SDA), hutan, lahan, dan laut Indonesia.
 
Kebakaran hutan yang tiap tahun berulang, industri batu bara yang masih mendominasi, akan membuat sulit Indonesia untuk memenuhi komitmen terhadap Perjanjian Paris (Paris Agreement).

4. UU Cipta Kerja (Omnibus Law) mengindikasikan kemunduran dalam pelaksanaan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang seharusnya melandasi perekonomian nasional sesuai UUD 1945. 
 
Selain itu UU tersebut juga menyalahi prinsip non-regresi yang erat kaitannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, di mana suatu negara tidak boleh menentukan aturan yang  berakibat kemunduran pada instrumen hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pencegah dan pengendali dampak lingkungan hidup.

 
5. Tidak melindungi rakyat
 
Muatan UU Cipta Kerja menghapus ruang partisipasi dan meminimkan perlindungan hak dasar warga negara.

6. UU Cipta Kerja memiliki kemungkinan membuat buruh semakin miskin, memudahkan PHK, dan menurunkan daya tawar buruh.
 
PHK akan membayangi buruh karena posisinya yang tawar. Para karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun tidak lepas dari ancaman, turunnya jumlah pesangon secara drastis atau bahkan dihapus akan membuat pengusaha tidak perlu berpikir untuk memecat.
Konsep merekrut dan memecat atau pasar kerja fleksibel di UU Cipta Kerja akan semakin memudahkan pengusaha dan menyengsarakan para pekerja outsourching dan kontrak. Terlebih dengan dikenakannya upah per jam.

 
7. Rantan Diskriminasi
 
Di perusahaan investasi asing, buruh Indonesia rentan menjadi korban diskriminasi. Para investor bisa jadi lebih suka merekrut dan memberi penghargaan pada rekan senegara ketimbang mempekerjakan buruh Indonesia. Aturan pekerja asing akan dipermudah.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x