Tolak RUU Cipta Kerja Dijadikan UU, PKS: Semestinya Disikapi dengan Kecermatan dan Kehati-hatian

- 4 Oktober 2020, 12:27 WIB
Ledia Hanifa Amaliah anggota Baleg DPR-RI Fraksi PKS (foto-Antara)
Ledia Hanifa Amaliah anggota Baleg DPR-RI Fraksi PKS (foto-Antara) /

“Hanya melihat pada aspek ketidakberdayaan pengusaha tanpa melihat rata-rata lama masa kerja pekerja yang di PHK sehingga nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha,” tuturnya.

Ledia menilai pada kenyataannya persoalan yang hendak diatur dalam Omnibus Law bukan masalah-masalah uatam yang selama ini menjadi penghambat dalam investasi misalnya ketidaktepatan itu ialah formulasi pemberian pesangon yang tidak didasarkan analisa yang komprehensif.

Baca Juga: Tetap buka Restoran di Masa Pandemi, Bon Jovi: Lakukan Apa Yang Kamu Bisa

Keempat, menurutnya secara substansi sejumlah ketentua dalam RUU tersebut masih memuat substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang disepakati pasca-amandemen konstitusi.

Dirinya menjelaskan ketentuan-ketentuan yang ditolak dalam RUU Ciptaker adalah ancaman terhadap kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak asing.

Ledia meniali RUU Ciptaker memuat aturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup misalnya dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihilangkan.

Baca Juga: Ditolak PKS dan Partai Demokrat, Tujuh Fraksi Telah Setujui RUU Cipta Kerja Omnibus Law

Menurut dia, RUU itu juga memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya.

“Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat subtansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhadap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon.

“Seyogianya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administasi yang modern,” pungkasnya.***

Halaman:

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah