Pilkades Ditunda di Tengah Kelanjutan Pilkada, ICW: Ajang Transaksi Kepentingan bagi Para Cukong

- 2 Oktober 2020, 16:50 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar Desember mendatang.
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar Desember mendatang. /Pikiran Rakyat/ Fian Afiandi/

PR CIREBON – Kementerian Dalam Negeri memutuskan untuk menunda Pilkades atau Pemilihan Kepala Desa dengan alasan keselamatan warga di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir hingga saat ini.

Dikutip dari situs RRI oleh Pikiranrakyat-Cirebon.com, keputusan tersebut dinilai janggal karena pemerintah akan tetap melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), meskipun banyak permintaan untuk menunda pesta demokrasi tersebut.

“Sementara pilkada tetap dijalankan. Kuat diduga terdapat kepentingan lain di balik keputusan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pilkada merupakan ajang transaksi kepentingan bagi para cukong,” kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 2 Oktober 2020.

Baca Juga: Berlaku 1 Oktober 2020, Wali Kota Cirebon Terapkan Sanksi Tegas bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

Menurut Egi, isu cukong tersebut mengutip dari pernyataan Menteri Koordinator Hukum dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD, yang mensinyalir bahwa 92 persen calon kepala daerah disokong oleh para cukong.

Para cukong ini, lanjut Egi, akan mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik berlipat-lipat saat calonnya menang dalam kontestasi Pilkada nanti.

Egi juga menambahkan jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikukuh tidak  menunda Pilkada 2020, ia akan dapat dianggap tidak memprioritaskan keselamatan warga.

Baca Juga: Kampanye Pilkada 2020 Berlanjut, Polisi Imbau Paslon dan Timses Tidak Tonjolkan Isu Suku dan Agama

“Sebaliknya, Presiden dapat dianggap lebih mendahulukan kepentingan politik dan kepentingan para bandar yang mungkin telah ‘membeli’ Pilkada di depan,” katanya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meyakini, Pilkada 2020 tidak akan berpotensi menjadi sarana penularan Covid-19 secara signifikan.

Menurutnya, hal itu terbukti dalam pelaksanaan pemutakhiran data pemilih yang melibatkan 105 juta orang didatangi secara langsung dari pintu ke pintu, tidak menunjukkan adanya temuan klaster baru.

Baca Juga: Jelang Demo Akbar Omnibus Law 3 Hari, Gatot : KAMI Dukung Langkah Konstitusional Buruh Indonesia

“Verifikasi faktual jutaan orang, tapi tidak terjadi klaster penularan yang kita dengar signifikan," ungkapnya dalam Rapat Analisa dan Evaluasi Pilkada Serentak Tahun 2020 yang turut dihadiri Menko Polhukam Mahfud MD di Jakarta.

Senada dengan Tito, Mahfud MD menilai penyelenggaraan Pilkada tidak terkait dengan tingkat penularan Covid-19.

"Di DKI tidak ada pilkada, tapi angka infeksinya tinggi, juara satu tertinggi penularannya," kata Mahfud.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x