Tuntutan KAMI Bernada Makar, PDIP: Sidang Istimewa MPR Tak Bisa Lengserkan Presiden Jokowi

- 18 Agustus 2020, 13:50 WIB
Bendera PDIP berkibar di Jalan Doktor Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon.
Bendera PDIP berkibar di Jalan Doktor Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon. /PRMN/Edi Septiadi

PR CIREBON - Menjelang deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang akan digemuruhkan hari ini, 18 Agustus 2020, ternyata mendapat tanggapan dari Politisi PDIP, Kapitra Ampera.

Tepatnya, Kapitra Amper berbicara terkait tuntutan Sidang Istimewa yang dilontarkan oleh tokoh KAMI adalah hal yang dapat dinilai sebagai perbuatan makar.

Apalagi, saat ini KAMI belum ada sesuatu yang diperjelas, apakah KAMI gerakan moral murni atau gerakan politik.

Baca Juga: Tak Khawatir 500 Kasus Covid-19 Tiap Hari, Anies Baswedan: Itu Hanya Angka, Buktikan Serius Testing

"Jadi harus jelas, KAMI ini gerakan moral atau gerakan politik, atau gerakan politik yang berbungkus gerakan moral, atau gerakan apa nih?," ungkap Kapitra dalam keterangan yang dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi pada Selasa, 18 Agustus 2020.

Sebagai informasi, anggota KAMI sebelumnya, Novel Bamukmin meminta MPR untuk segera menggelar sidang istimewa melengserkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Atas dasar itu, Kapitra menilai tuntutan tersebut semacam tindakan makar yang berbungkus moral, sehingga KAMI sudah tidak benar.

Baca Juga: RUU Ciptaker Bahaya Ubah Pendidikan Jadi Komoditas Bisnis, Asing Masuk dan Aspek Kebudayaan Hilang

"Nah, kalau ada tuntutan seperti (sidang istimewa) kan namanya kegiatan makar yang berbungkus moral. Kalau begitu, ini sudah nggak bener," ucapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan tuntutan sidang istimewa adalah tindakan yang tidak berdasar pada ilmu ketatanegaraan.

"Amandemen UUD 1945 telah menegaskan sistem presidensil di Indonesia. Sehingga, presiden di negara dengan sistem presidensil hanya dapat diturunkan karena alasan-alasan yang diatur dalam konstitusi," jelas Kapitra.

Baca Juga: Ngaku Ragu Angkat Pegawai Bermata Sipit, Ahok: Harusnya Merdeka Buat Meritokrasi Ada di Atas SARA

Sedangkan, dia menguraikan alasan-alasan yang diperbolehkan adalah pelanggaran hukum, seperti crimes against the state atau penghianatan negara, korupsi, dan tindak pidana berat lainnya.

Artinya, ia berkesimpulan bahwa MPR tidak tidak serta merta dapat memberhentikan seorang presiden.

"Tidak bisa, serta merta MPR dapat memberhentikan presiden, karena ini bukan negara parlementer, yang mana mosi tidak percaya menjadi alasan cukup untuk memberhentikan perdana menteri," pungkas Kapitra.

Baca Juga: Pertanyakan Fungsi Uang Khusus HUT RI Rp 75 Ribu, DPR: Kita Diambang Resesi, Bisa Perbaiki Ekonomi ?

Sebagai informasi, pembentukan KAMI disebut hanya untuk mengkritisi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun dretan tokoh itu dimulai dari akademisi Rocky Gerung, mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, politisi PBB Ahmad Yani, pengamat politik Refly Harun, mantan Wakil Ketua KPK Abdullah Hehamahua, Said Didu, perwakilan NU, pengamat ekonomi, dan tokoh-tokoh lainnya,***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x