Tolak RUU HIP, Ketum Demokrat: Monopoli Tafsir Pancasila Hanya akan Disalahgunakan

- 27 Juni 2020, 10:11 WIB
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono //Instagram/agusyudhoyono

PR CIREBON - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan tak sepakat terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena Pancasila seharusnya menjadi rujukan pembentukan Undang-Undang.

Lebih lanjut, pengadaan RUU HIP ini akan menimbulkan monopoli tafsir Pancasila yang dapat berpotensi menjadi alat penyalahgunaan kekuasaan.

"RUU ini berpotensi memfasilitasi monopoli tafsir terhadap Pancasila yang selanjutnya berpotensi menjadi alat kekuasaan yang mudah disalahgunakan," ungkap AHY dalam seminar daring yang dikutip dari Antara News pada Jumat, 26 Juni 2020.

Baca Juga: Buntuti Jejak Twitter, Facebook Bakal Labeli Konten Layak Diberitakan pada Postingan dan Iklan

Lebih lanjut, Putra Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu juga menilai Pancasila yang diatur dalam suatu Rancangan Undang-Undang, justru akan menurunkan derajat Pancasila sebagai dasar negara yang mengatur semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Menyetujui AHY, Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Mohammad Jafar Hafsah juga merasa RUU HIP hanya akan menurunkan derajat (downgrade) Pancasila

"Sebenarnya RUU ini dibuat untuk downgrade ya, mengecilkan, membuat keropos Pancasila. Sebenarnya kan tidak dibicarakan lain," kata Jafar.

Baca Juga: Air Garam Diklaim Ampuh Lawan Virus Corona, Ilmuwan Inggris: Tingkatkan Mekanisme Alami Tubuh

Jafar juga merujuk pada lima sila dalam Pancasila yang juga terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar dari tujuan berbangsa dan bernegara.

"Maka kalau mau membuat aturan-aturan lainnya, itu bukan lagi membicarakan Pancasila tapi membicarakan bagaimana komponen-komponen penerapan dari Pancasila itu tertuang dalam berbagai Undang-Undang seperti UU Pertambangan Mineral dan Batubara, dan sebagainya," kata Jafar.

Sedangkan, seorang tokoh agama Katolik Natalis Situmorang turut menyatakan pandangannya. Secara tegas, Natalis meminta anggota dewan terus konsisten dengan Pancasila, sehingga sebaiknya tidak lagi membahas sesuatu yang sudah tuntas sebelumnya.

Baca Juga: Dokter Ungkap Tips agar Anak Terbiasa Makan Sayur

"Yang terpenting kita harus mencari cara agar bisa mengamalkannya dengan cara yang harus disesuaikan dengan zaman," katanya.

Di sisi lain, seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Pancasila hanya butuh dipahami, dihayati, dan diimplementasikan melalui pemikiran dan tindakan.

"Pancasila hanya butuh dipahami, dihayati, dan diimplementasikan melalui pemikiran dan tindakan. Banyak yang bilang NKRI harga mati, sama dengan Pancasila. Pancasila pun harga mati,” jelas Zuhro.

Baca Juga: Toreh Rekor, Video Musik Terbaru BLACKPINK Tembus 60 Juta Penonton dalam 15 Jam, Sudah Nonton?

Sementara itu, diskusi daring sengaja digelar Partai Demokrat dengan tajuk 'Agama dan Pancasila dalam Merawat Ke-Indonesiaan: Bedah Tuntas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP)' dan dihadiri sejumlah pembicara dari berbagai pakar lintas agama.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x